Dengan menggunakan BBM biayanya mencapai empat kali lebih besar dibanding batu bara dan gas
Jakarta (ANTARA News) - Panitia Kerja Sektor Hulu Listrik Komisi VII DPR RI meminta pemerintah untuk melakukan total review atas penggunaan uang negara di sektor hulu akibat tingginya inefisiensi konsumsi bahan bakar minyak oleh PT Perusahaan Listrik Negara.
"Pembenahan yang dilakukan pemerintah di sektor hilir selama ini tidak akan ada gunanya tanpa pembenahan menyeluruh di sektor hulu. Kami memandang selama ini tidak ada upaya serius untuk membenahi sektor ini," kata Ketua Panitia Kerja (Panja) Sektor Hulu Listrik DPR RI Effendi Simbolon usai bertemu dengan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo di Gedung BPK, Jakarta, Senin.
Hadir dalam pertemuan itu Wakil Ketua DPR Pramono Anung, Ketua BPK Hadi Purnomo dan para anggota Panja lainnya termasuk sekretaris Panja Totok Sudaryanto .
Effendi menyebutkan salah satu bentuk inefisiensi yang nyata adalah tingginya penggunaan BBM untuk pembangkit listrik. Padahal, dengan menggunakan bahan bakar gas maupun batu bara akan terjadi efisiensi yang sangat besar.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mencontohkan kebijakan pemerintah yang tidak efisien karena mengalihkan 100 mmbtu ( Million Metric British Thermal Unit) gas untuk pembangkit listrik di Muara Tawar ke perusahaan PT Chevron dan sebagian diekspor ke Singapura.
Keputusan yang dibuat oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa, ujar Effendi telah berakibat kerugian sampai Rp5,9 trilun untuk satu pembangkit tersebut.
"Kerugian Rp5,9 triliun ini baru di satu pembangkit. Ini bukan saja kebijakan PLN tapi juga pemerintah. Dengan menggunakan BBM biayanya mencapai empat kali lebih besar dibanding batu bara dan gas," ujarnya.
Effendi juga mensinyalir ada oknum yang ‘bermain’ dengan sengaja membiarkan inefisiensi dengan tetap menggunakan BBM untuk pembangkit listrik. Penggunaan BBM yang tinggi, lanjutnya, telah menimbulkan DPP (Dana Penyediaan Produksi ) di setiap KWH di PLN itu sangat tinggi sehingga harga jual selalu tinggi.
"Inilah yang menyebabkan subsidi begitu tinggi serta membebani rakyat dengan biaya per-kwh terlalu tinggi dan itu menjadi point pembicaraan kami dengan BPK hari ini," ujar Effendi.
Pada bagian lain Effendi juga meminta BPK sebagai auditor negara melakukan audit terhadap PLN terutama dalam hal penggunaan sumber energi primer.
Menurut dia, seharusnya BPK telah memberikan laporannya soal hasil audit terhadap PLN pada Juni lalu. Akan tetapi karena adanya perkembangan lain sehingga membuat hasil audit tersebut baru bisa dilaporkan ke DPR pada 20 September mendatang.
Secara terpisah Ketua BPK Hadi Purnomo mengakui pihaknya baru bisa melaporkan hasil audit tersebut pada minggu ketiga bulan depan meski sebelumnya dijanjikan pada Juni lalu.
Dalam pertemuan itu Hadi juga menyatakan bahwa BPK dan Panja Sektor Hulu Listrik DPR sama-sama sepakat untuk membenahi tata kelola energi primer.
Menurut dia, BPK sepakat agar sumber pembangkit listrik lebih banyak menggunakan gas dan batu bara guna mengurangi penggunaan BBM. "Sekarang kita sepakat untuk mengarahkan penggunaan gas. Bagaimana memakai gas sebanyaknya karena dengan menggunakan BBM subsidi pemerintah akan semakin tinggi," ujar Hadi kepada wartawan usai pertemuan itu.
(zul)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011