Medan (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI), Sumatera Utara meminta pemerintah bekerja sama dengan aparat kepolisian untuk memberantas mafia pengemis yang sering memanfaatkan anak-anak menjadi peminta-minta di jalanan.

"Praktik kotor seperti itu tidak hanya meresahkan masyarakat, tetapi juga melanggar ketentuan hukum dengan cara mengeksploitasi anak-anak sebagai pengemis, ini tidak boleh dibiarkan berkembang luas," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara (Sumut) Haji Abdullah Syah di Medan, Minggu.

Biasanya mafia pengemis itu sering memanfaatkan ibu-ibu membawa anak-anak untuk mengemis di persimpangan lampu merah, pinggir jalan atau tempat-tempat lainnya yang dianggap strategis dijadikan tempat untuk meminta-minta kepada pengendara mobil maupun sepeda motor.

Bahkan, para pengemis yang menggendong anak-anak masih kecil itu, tidak segan-segan untuk menerobos jalan raya untuk mengejar warga yang diharapkan bisa memberikan uang terhadap mereka.

"Para pengemis tersebut dalam melakukan praktiknya, tidak merasa takut terhadap keselamatan dirinya dengan cara menerobos jalan raya yang sedang melintas mobil, bus maupun sepeda motor, namun yang penting bagi mereka adalah dapat uang," kata Guru besar Institut Agama Islam (IAIN) Sumatera Utara itu.

Selanjutnya dia mengatakan, dengan menertibkan mafia pengemis itu, diharapkan para peminta-minta itu semakin berkurang. Misalnya seperti di Kota Medan ini, pengemis musiman semakin bertambah banyak yang diperkirakan berasal dari luar daerah.

Apalagi jelasnya, pada bulan suci Ramadhan ini, kota Medan berpenduduk 2,3 juta jiwa itu semakin ramai didatangi pengemis, baik itu pengemis anak-anak, orang cacat, penderita kusta, orang tua, dan lainnya.

"Para mafia pengemis itu selama ini sering menjadikan lahan cari makan dengan memanfaatkan anak-anak untuk meminta-minta dan mencari uang. Pemerintah dan penegak hukum perlu lebih tegas untuk memberantas mafia yang meresahkan masyarakat tersebut," katanya.

Lebih jauh Abdullah Syah mengatakan, dalam menertibkan para pengemis dan gelandangan yang dewasa ini semakin "membanjir" di Kota Medan, pemerintah harus lebih tegas untuk mencegah kehadiran mereka.

Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan razia dan pendekatan persuasif, serta melakukan pembinaan terhadap mereka sehingga dapat meninggalkan pekerjaan meminta-minta itu.

Pemkot Medan, bisa mencontoh cara yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam penanganan masalah pengemis. Misalnya Pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) dengan melarang warga untuk memberikan bantuan kepada pengemis.

Bagi, warga yang ketahuan memberikan sumbangan dapat didenda Rp500 ribu, dengan demikian yang selama ini pengemis tersebut dapat uang. Namun sekarang ini tidak ada lagi, sehingga mereka banyak yang meninggalkan profesi pengemis. Ini juga menjadi pembelajaran bagi warga yang malas bekerja, dan akhirnya jadi pengemis dan peminta-minta di jalanan.

"Padahal sebagian yang jadi pengemis itu masih kelihatan sehat, kokoh badannya. Mereka itu terjun jadi pengemis karena malas bekerja," kata Abdullah Syah.

Sementara itu, data yang diperoleh di Kantor Departemen Sosial Provinsi Sumut tahun 2009, jumlah gelandangan dan pengemis di daerah tersebut sebanyak 7.813 orang.

Dari jumlah 7.813 orang itu, yakni 4.373 gelandangan dan 3.440 pengemis.

(T.M034/Y008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011