"Posisi mantan bendahara umum Partai Demokrat itu bisa menjadi peniup peluit (whistle blower) kasus korupsi. Untuk itu, aparat kepolisian harus melakukan pengamanan secara ketat terhadap Nazaruddin saat dibawa pulang ke Indonesia," katanya di Yogyakarta, Jumat.
Menurut Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukatkorupsi) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) ini, pihak kepolisian perlu melakukan koordinasi dengan lembaga lain untuk membawa dan mengembalikan Nazaruddin dengan menjaga keselamatannya.
"Hal itu dimaksudkan agar jangan sampai tidak ada koordinasi yang menyebabkan adanya tarik ulur kewenangan. Pihak kepolisian harus mengapresiasi pernyataan presiden yang meminta Nazaruddin dibawa pulang dan diamankan, karena perjalanan 30 jam dari Bogota tingkat kontaminasinya bisa tinggi, saya harap ini tidak terjadi," katanya.
Ia mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta bisa berpikir "melompat" terkait dengan upaya penanganan Nazaruddin jika yang bersangkutan sudah kembali ke Indonesia.
"KPK harus berpikir jernih dan bukan sekadar menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka, karena kemungkinan besar yang bersangkutan potensial menjadi saksi berbagai kasus korupsi, sehingga sangat mungkin dibawa ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)," katanya.
Menurut dia, KPK juga harus mendapat perlindungan semua pihak, karena belum lama ini sudah ada upaya mendiskreditkan lembaga tersebut.
"Upaya itu mulai dari wacana pembubaran KPK, hasil survei yang menyoroti kinerja KPK melemah, hingga isu yang menyebutkan ada intervensi terhadap seleksi calon pimpinan lembaga tersebut," katanya. (B015*H010/M008/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011