Jakarta (ANTARA News) - Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane, menilai Polri telah melakukan diskriminasi dalam pemeriksaan kasus pembobolan restitusi pajak tahun 2005 sebesar Rp25 miliar, karena hanya memfokuskan pemeriksaan kepada pejabat Ditjen Pajak. "Seharusnya Polri juga melakukan pemeriksaan terhadap pejabat Ditjen Bea Cukai," katanya kepada ANTARA, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, sikap Polri yang melakukan diskriminasi pemeriksaan tersebut akan menimbulkan pertanyaan dari masyarakat karena pilih kasih dalam memeriksa kasus ekspor fiktif yang telah merugikan negara tersebut. Ia mengatakan sikap diskriminasi pemeriksaan yang dilakukan Polri terhadap pejabat Ditjen Bea Cukai itu, sudah seringkali terjadi, bukan hanya pada kasus restitusi pajak namun pada sejumlah kasus lainnya. "Seperti kasus gula impor Nurdin Halid, namun pejabat Bea Cukai tidak ada yang diperiksa," tegasnya. Ia mengatakan jika Polri tidak tegas dalam memeriksa kasus ekspor fiktif itu, maka oknum Ditjen Bea Cukai akan merasa kebal hukum dan dapat bebas melakukan praktik menyalahi hukum tersebut. Ia memperkirakan sikap polisi yang sampai sekarang belum pernah menjamah pejabat Bea Cukai tersebut, tidak terlepas dari asumsi tugas Polri dan Bea Cukai sama-sama sebagai penyidik sipil. "Tampaknya polisi sungkan untuk memeriksa oknum Ditjen Bea Cukai karena setara tugasnya, namun siapapun yang bersalah tetap saja harus diperiksa tanpa memandang bulu," katanya. Neta juga meminta kepada DPR RI untuk bereaksi dengan mendesak Polri untuk memeriksa pejabat Bea Cukai yang telibat dalam kasus pembobolan restitusi pajak tahun 2005 senilai Rp25 miliar. Dari data alur proses ekspor yang diperoleh ANTARA, peranan bea cukai cukup besar, karena petugas bea cukai melakukan penelitian dokumen, memberikan flat muat dan menerbitkan persetujuan ekspor (PE). Selanjutnya selambat-lambatnya tiga hari setelah barang diangkut, perusahaan pengangkut (perusahaan pelayaran) wajib menyampaikan `outward manifest` ke kantor pelayanan bea dan cukai tempat pemuatan (kantor pemuatan) sebagai laporan barang-barang yang diangkutnya. Sebelumnya, Polres Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KPPP) Tanjung Priok menahan 16 tersangka pembobolan dana restitusi pajak pada tahun 2005 sebesar Rp25 miliar. Dalam aksinya, pelaku membuat dokumen ekspor fiktif yang seolah-olah telah terjadi ekspor lewat pelabuhan Tanjung Priok. Dengan bantuan aparat bea cukai, dokumen ekspor itu disahkan.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006