Itu keniscayaan. Mereka memanfaatkan momentum Lebaran untuk bertemu dan berkumpul keluarga dalam setahun sekali, meski mereka tidak sadar bila memanfaatkan momentum itu dengan mengabaikan segala risiko di jalanan.Surabaya (ANTARA News) - Sosiolog Islam Prof Zainuddin Maliki menilai tradisi mudik membuktikan secara nyata tentang lemahnya moda transportasi, sehingga kemacetan dan kecelakaan mengancam jiwa masyarakat.
"Kita dapat menjadikan tradisi mudik sebagai bahan introspeksi untuk membenahi lemahnya moda transportasi. Kalau sejumlah negeri jiran mampu membenahi, tentu kita juga bisa," katanya kepada ANTARA News, di Surabaya, Jumat.
Ia mengemukakan hal itu menanggapi tradisi mudik yang mendorong masyarakat melakukan cara yang membahayakan dirinya, seperti naik sepeda motor berboncengan tiga orang atau naik bus dan kereta api berjubel di pintu keluar.
Menurut Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur itu, mudik itu menggambarkan kuatnya ikatan kekeluargaan dan kedaerahan umat Islam di Indonesia, karena itu tidak mungkin dilarang.
"Itu keniscayaan. Mereka memanfaatkan momentum Lebaran untuk bertemu dan berkumpul keluarga dalam setahun sekali, meski mereka tidak sadar bila memanfaatkan momentum itu dengan mengabaikan segala risiko di jalanan," ucapnya.
Namun, kata Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu, fenomena sosiologis itu bukan sepenuhnya kesalahan masyarakat, karena itu pemerintah seharusnya melakukan evaluasi kebijakan dalam moda transportasi.
"Kalau Vietnam bisa mengatasi dengan `monorel` dan `subway`, kenapa kita tidak bisa. Saya yakin keseriusan dalam memperbaiki moda transportasi akan mengatasi ledakan pemudik melakukan cara-cara yang berisiko," ujarnya.
Ketua Dewan Pendidikan Jatim itu menilai moda transportasi di Indonesia saat ini masih tergolong primitif, karena lebih mementingkan proyek dan formalitas, tapi mengabaikan kepentingan publik.
"Pemerintah sudah seharusnya melakukan modernisasi moda transportasi untuk kepentingan publik, jangan memaksakan jalan tol atau jalan lingkar dengan pendekatan proyek dan alasan formalitas," katanya, menegaskan.
Ia menambahkan pendekatan proyek dan alasan formalitas yang mendasarkan pada tata ruang bukan solusi yang permanen, karena paling lama lima tahun akan tetap mengundang kemacetan di jalan tol dan jalan lingkar.
"Kemacetan di tol di Jakarta merupakan bukti nyata, apalagi banyak negara sudah meninggalkan solusi primitif. Mereka memilih solusi modern dengan memperbaiki moda transportasi, seperti monorel dan subway," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, ia menyarankan pemerintah untuk belajar kepada negara lain dalam menyiapkan moda transportasi yang modern, dan bukan justru bertahan pada tata ruang yang kaku dan merugikan publik.
(E011)(C004)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011