Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan proses normalisasi kebijakan yang akan dilakukan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa akan menjadi risiko pemulihan bagi negara berkembang.
“(Risiko) yang paling utama dari makro ekonomi dan kebijakan moneter adalah proses normalisasi,” katanya dalam Agenda Presidensi G20 Indonesia di Jakarta, Sabtu.
Perry menuturkan beberapa negara maju telah pulih dan akan segera mulai menormalkan kebijakan mereka, namun masih banyak negara berkembang termasuk Indonesia yang baru mulai memupuk pemulihan ekonomi.
Baca juga: BI: G20 sepakati perlunya kerangka peraturan dan pengawasan kripto
Hal itu menyebabkan terjadinya pemulihan ekonomi global dan kebijakan moneter yang tidak sinkron sehingga akan menimbulkan banyak masalah baru terutama bagi negara berkembang.
Padahal, risiko selain normalisasi kebijakan juga masih membayangi pemulihan seperti adanya COVID-19 varian Omicron, disrupsi rantai pasokan hingga terkait energi.
Oleh sebab itu, Perry menegaskan proses normalisasi kebijakan perlu disatukan dan dikoordinasikan agar pemulihan terjadi secara seimbang baik antara negara maju maupun negara berkembang.
Baca juga: Gubernur BI nilai kebijakan pengelolaan lalu lintas modal diperlukan
Ia menyebutkan terdapat tiga aktor yang harus saling bersinergi dalam menormalisasi kebijakan yakni negara maju, negara berkembang serta organisasi internasional khususnya IMF.
“Ini lah kita pentingnya menekankan well calibrated, well planned and well communicated,” tegasnya.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022