"Sebenarnya petani mau mengikuti keinginan PT Garam, tapi bukan dalam bentuk sewa, melainkan sistem bagi hasil," katanya, di Pamekasan, Kamis malam.
Ia menjelaskan, dalam pertemuan segi tiga antara perwakilan petani, PT Garam dan Pemkab yang digelar di pendopo pemkab Pamekasan beberapa waktu lalu, petani menyatakan telah bersedia melakukan kerja sama dengan pihak PT Garam dalam penggarapan lahan pegaraman.
Petani melalui juru bicara Komite Pemulihan Hak Asasi Manusia (KP HAM) memang menyatakan tidak mau menyewa, tapi bersedia melakukan kerja sama, semisal dengan sistem bagi hasil.
"Mau bekerja sama ini kan substansinya sama," ucap Bambang Edy Suprapto.
Sementara, pihak PT Garam sendiri tidak mau dengan format kerja sama bentuk lain, selain dengan akat sewa sebagaimana dilakukan oleh sebanyak 90 petani garam lainnya dari total jumlah petani pengelola lahan garam sebanyak 173 orang di wilayah itu.
"Kalau saya melihat, PT Garam ini justru kaku. Semestinya bagaimana konflik bisa dihindari, akan tetapi substansi tercapai," kata Bambang.
Jika, sambung Bambang, pihak PT Garam tidak terlalu bersikukuh dengan aturan yang telah ditetapkan, maka konflik antara petani dengan perusahaan itu tidak akan terjadi.
Menurut Kepala Disperindag Bambang Edy Suprapto, saat ini pihaknya terus berupaya melakukan pendekatan dan meredam konflik yang terjadi antara petani dengan pihak PT Garam tersebut.
"Jika hal ini dibiarkan dan kedua belah pihak sama-sama bersikukuh dengan pendiriannya masing-masing, kami khawatir pada akhirnya akan memanas lagi," ucap Bambang.
Sebelumnya Kepala Biro Umum PT Garam Farid Zahid menyatakan, pihaknya tetap bersikukuh melakukan kerja sama dengan sistem sewa, yakni membayar sewa lebih dahulu kepada PT Garam, karena itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Instruksi dari Menteri BUMN tentang akad sewa memang seperti itu. Jadi kami hanya sebagai pelaksana," kata Farid Zahid menjelaskan. (ZIZ/M027/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011