Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin, kecewa dengan batalnya rapat gabungan tiga komisi DPR bersama empat menteri untuk membahas persoalan pangan pada Kamis lalu (17/2).
Rapat gabungan itu terdiri dari Komisi IV, Komisi VI, dan Komisi VII DPR bersama menteri pertanian, menteri perdagangan, menteri perindustrian, dan menteri ESDM.
Dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, dia mengatakan, semua pimpinan tiga komisi itu dan menteri-menteri lain telah hadir kecuali menteri perdagangan yang tidak bisa diwakilkan.
Baca juga: Peneliti: Petani butuh dukungan berperan dalam rantai pasok pangan
Mereka yang hadir, kata dia, sudah membatalkan semua agenda untuk membahas penyelesaian persoalan pangan yang sudah lebih tiga bulan terakhir telah menimbulkan gejolak di masyarakat. Bahkan, pimpinan DPR pun telah mengosongkan jadwal untuk memimpin rapat karena memang secara aturan rapat gabungan yang memimpin adalah pimpinan DPR.
"Kami semua sangat kecewa dengan pembatalan rapat gabungan ini, selain sebentar lagi memasuki masa reses sehingga rapat-rapat akan terbentur dengan agenda kunjungan kerja atau kunjungan daerah pemilihan, juga bahwa rapat ini sangat strategis dilakukan sehingga pengendalian harga pangan pokok dapat segera dilakukan secara efektif dan efisien," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Legislator asal dapil Sulawesi Selatan II tersebut menjelaskan pembahasan rapat gabungan akan menyisir persoalan hulu hingga hilir, salah satunya soal pupuk bersubsidi maupun tak bersubsidi.
Baca juga: Petrokimia imbau petani waspadai pupuk tiruan jelang musim tanam
Menurut dia, persoalan pupuk sudah puluhan tahun masih terus terjadi. Anggaran Rp15 triliun hingga Rp32 triliun pupuk bersubsidi yang pernah dialokasikan di APBN, ternyata masih belum berhasil menyelesaikan persoalan pupuk pada petani.
"Pupuk subsidi kurang, pupuk nonsubsidi naik dua kali lipat hingga beredarnya pupuk palsu telah terjadi di lapangan. Efek lanjutan persoalan pupuk ini akhirnya berujung pada penurunan produksi pertanian kita sehingga pemerintah ambil solusi importasi pangan untuk memenuhi permintaan dalam negeri yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi sendiri," ujar Akmal.
Akmal mengatakan tingginya harga pupuk nonsubsidi telah memicu incaran para pelanggar untuk menggunakan pupuk bersubsidi, padahal mereka semestinya tidak berhak. Selain itu, alokasi pupuk subsidi 8,87 juta ton-9,55 juta ton yang artinya kebutuhan yang dapat dipenuhi hanya mencapai 37-42 persen dengan kebutuhan anggaran Rp63 triliun-Rp 65 triliun.
Baca juga: SK terlambat, Pupuk Kujang hentikan sementara penyaluran ke petani
"Solusi pupuk subsidi ini ganti pola atau penuhi anggarannya. Bahkan, Menteri ESDM hadir di sini untuk memberi gagasan dan tata laksana memenuhi pasokan dan harga gas untuk produksi pupuk agar efektif dan efisien. Selama tidak diganti pola subsidinya pada kasus pupuk subsidi atau tidak dipenuhi jumlah kebutuhannya, maka selama itu persoalan pupuk akan terus ada sehingga pemenuhan produksi pangan tidak akan memenuhi kebutuhan masyarakat yang akhirnya ambil solusi impor," katanya.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar rapat gabungan dipercepat meskipun ada opsi penundaan rapat di awal sidang setelah reses atau di masa reses ada sidang khusus. Menurutnya, semakin lama persoalan pangan dibiarkan dengan solusi yang ada saat ini maka kondisi tata kelola pangan kita semakin buruk.
"Contohnya, telah terlihat di rumah tangga Indonesia, persoalan minyak goreng sudah tiga bulan terakhir dalam kondisi memprihatinkan, kalau tidak mahal atau stok hilang. Terakhir, persoalan kedelai yang memicu perajin pembuat tahu dan tempe serta pedagang-pedagangnya sangat gerah dengan naiknya harga kedelai yang menurunkan produksi tahu tempe hingga 30 persen," kata dia.
Ia mengharapkan dalam rapat gabungan berikutnya semua menteri dapat hadir sehingga persoalan pangan yang perlu melibatkan beberapa institusi negara dapat segera teratasi.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022