Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berharap DPR memilih pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasar kepentingan bangsa, bukan karena takut kepentingannya terancam.
"Jangan memilih karena takut sampai akhirnya menghasilkan KPK yang lembek," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Kamis.
Said Aqil mengatakan, KPK saat ini merupakan satu-satunya lembaga yang masih memiliki tingkat kepercayaan tinggi dari masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi.
Oleh karena itu, lanjutnya, kredibilitas KPK tersebut harus dijaga, salah satunya dengan memilih pimpinan yang kredibel pula.
"KPK itu satu-satunya lembaga hukum yang sekarang bisa diharapkan. Siapa-siapa yang ada di dalamnya harus dipilih dengan baik," katanya.
Dikatakannya, jika DPR memilih pimpinan KPK didasari ketakutan akan menjadi korban lembaga itu, mengingat tidak sedikit anggota DPR yang dijerat KPK, maka berarti mengorbankan kepentingan yang lebih besar.
"Kalau kerjanya benar, kemungkinan salah bisa dikurangi. KPK juga pasti punya pertimbangan, kalau anggota DPR tidak salah, pasti tidak akan dijadikan tersangka," katanya.
Terpilihnya pimpinan KPK yang baik, kata Said Aqil, akan bisa memuaskan sekaligus menumbuhkan harapan masyarakat, mengingat korupsi adalah bahaya laten yang akan merugikan masyarakat apabila terus merajalela.
"Kalau korupsi terus menggerogoti yang rugi jelas masyarakat. Bicara masyarakat Indonesia berarti orang Islam, yang berarti juga orang NU," katanya.
Saat ini 10 nama dinyatakan lulus seleksi pertama calon pimpinan KPK. Mereka adalah Abdullah Hehamahua (penasihat KPK), Abraham Samad (advokat), Aryanto Sutadi (purnawirawan polisi), Bambang Widjoyanto (advokat), Egi Sutjiati (pejabat di Mahkamah Agung) dan Handoyo Sudrajad (Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK).
Selain itu, Sayid Fadhil (akademisi), Yunus Husein (Ketua PPATK), Zulkarnain (Koordinator Staf Ahli Kejaksaan Agung), dan Adnan Pandupradja (Komisi Kepolisian Nasional).
(S024/S023)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011