Harus ada ide besar dan narasi yang baik dan tepat untuk mengajak bangsa ini bersepakat memindahkan ibu kota negaranya.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyebutkan pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur membutuhkan narasi yang komprehensif.
"Pemindahan IKN adalah ide besar yang memerlukan penjelasan atau narasi yang komprehensif. Jika tidak, penuntasan ide besar tersebut akan terhambat," kata Fahri dalam webinar Moya Institute yang bertajuk Urgensi Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Nusantara yang juga digelar secara luring di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, yang dilakukan terhadap ibu kota negara baru bernama Nusantara, sejatinya tidak sekadar membangun kota biasa, tetapi membangun 'wajah' negara, yang mencerminkan Indonesia sebagai negara kepulauan dan mencakup memori sejarah nasional.
"Bila hanya membangun kota-kota biasa, sudah banyak dilakukan oleh grup-grup konglomerasi," katanya dalam siaran persnya.
Fahri mencontohkan Bumi Serpong Damai, Meikarta, Bintaro, dan berbagai kota sejenisnya sudah banyak dan mudah dibangun oleh perusahaan-perusahaan properti swasta.
"Harus ada ide besar dan narasi yang baik dan tepat untuk mengajak bangsa ini bersepakat memindahkan ibu kota negaranya," papar mantan Wakil Ketua DPR RI ini.
Baca juga: Kepala BIN: IKN dibangun dengan konsep "smart city"
Dalam kesempatan yang sama, mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Chaniago mengatakan bahwa pemindahan IKN ini merupakan wujud dari upaya transformasi Indonesia.
Andrinof menyebutkan kota-kota besar di Pulau Jawa pada umumnya adalah kota yang kualitasnya tak bertambah karena kepadatan penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun.
Tekanan jumlah penduduk itu, kata Andrinof, yang kemudian melahirkan problem ekologi dan pangan di Pulau Jawa.
"Ketimpangan sumber daya manusia juga meninggi akibat ketimpangan sentra-sentra pendidikan unggul yang menumpuk di Jawa," papar Andrinof.
Solusi dari semua itu, menurut Andrinof, adalah melakukan transformasi dari pola pembangunan kolonial yang mengandalkan 'magnet' tunggal di DKI Jakarta maupun Jawa ke model pembangunan merata ke wilayah tengah Indonesia.
"Jadi, 'magnet' tunggal itu harus 'dipecah', dan pemindahan IKN ini adalah upaya untuk memecahkan magnet tunggal itu," kata Inisiator Visi Indonesia 2033 ini.
Baca juga: Ombudsman: UU IKN penuhi kebutuhan hukum Indonesia
Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto mengatakan dengan ditandatanganinya Undang-undang Ibu Kota Negara oleh Presiden Jokowi, bangsa ini akan menorehkan sejarah baru dalam peradabannya.
Sejarah baru itu adalah pindahnya ibu kota negara dari Jakarta di Pulau Jawa ke Kalimantan.
Tentu, ujar Hery, dalam mengkreasikan sejarah baru itu ada pro dan kontra yang mengiringinya.
"Pro dan kontra itu lumrah dalam negara demokrasi. Dengan catatan, mengungkapkan pendapat itu harus dilakukan secara elegan," kata Hery.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022