Harusnya kan sebagai salah satu polisi dunia, kenapa polisi London tidak dapat mengamankan area terbatas seluas London, kalau mengamankan London aja tidak bisa, koq bernafsu mengamankan Irak, Afghanistan, dan bahkan menyebut diri mau jadi polisi duni
London (ANTARA News) - London merupakan kota impian dan ibu kota Kerajaan Inggris dan Britania Raya yang dibangun Romawi di masa lampau yang disebut Londinium itu kini penduduknya terdiri dari berbagai macam etnik, budaya, dan agama serta berbicara dalam hampir 300 bahasa, menjadikannya kota paling kosmopolitan dan dinamis di dunia itu pun lumpuh.
Penduduk London biasa menyebut dirinya Londoner yang hidup secara damai dan memiliki tatak karma paling sopan di dunia dengan tiga kata sakti yang dimiliki nya "thanks you", "please", "sorry", itu pun pada sabtu lalu terusik dengan adanya kerusuhan yang menyebar ke berbagai kota lainnya seperti Enfield, Birmingham dan Manchester.
Pemicu nya memang sangat sederhana ketika polisi awalnya penembakan Mark Duggan, tapi apa memang itu yang menjadi pemicunya atau masalah lainnya seperti kebijaksanan pemerintah David Cameron yang banyak memotong tunjangan sosial, biaya kuliah yang meningkat, atau pengguran yang makin tinggi dan masalah lainnya.
Akhirnya membuat penduduk London yang berjumlah sekitar 7,4 juta jiwa itu pun beraksi, meskipun tidak semua mereka turun ke jalan, hanya disayangkan polisi tidak dapat berbuat banyak, karena memang aturan di Inggris sangat ketat untuk urusan Hak Aazasi Manusia (HAM).
Bobby,sebutan polisi Inggris, tidak bisa bertindak sembarangan pukul atau teriak-teriak, sebab mereka dapat dikomplain dan diajukan ke pengadilan. Tidak heran amukan massa dapat melakukan apapun dengan seenaknya dengan menjarah toko-toko, tanpa polisi dapat berbuat apa-apa.
London juga merupakan basis berbagai organisasi, institusi dan perusahaan yang berpengaruh di dunia itu merupakan percampuran antara tradisi dan teknologi, serta salah satu tujuan wisata utama memiliki berbagai kastil, museum, teater, gedung konser, galeri, bandara, stadion olah raga, dan istana.
Jutaan wisatawan manca Negara bertandang ke London untuk menyaksikan Tower of London, London Bridge, London Eyes, Big Band, gedung Parlemen Wesminster Abbey dan sekedar duduk duduk di alun alun Trafargar Square atau foto-foto di Istana Ratu Buckingham Palace, serta Downing Street, tempat kediaman Perdana Menteri Inggris.
Inggris yang akan menjadi tuan rumah Olimpiade London 2012, termasuk salah satu kota besar di dunia bersama New York, Paris, dan Tokyo sangat berkembang dalam berbagai bidang seperti finansial, komunikasi, dan seni.
Terjadinya kerusuhan di berbagai wilayah membuat London terusik dan bahkan KBRI London pun harus memberikan peringatan kepada seluruh warga Indonesia yang ada di Inggris waspada dan menjauh dari kerumunan.
KBRI juga telah mengirimkan imbauan kepada warga Indonesia yang tinggal di London yang disampaikan melalui website KBRI London, milis-milis warga, BBM dan SMS yang mengimbau warga Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan dan menghindari kerumunan serta . Selain mematuhi hukum yang berlaku dan tidak ikut mendorong aksi kerusuhan.
Menurut Billy Wibisono, dari Bagian Penerangan Sosial dan Budaya Kedutaan Besar Republik Indonesia di London, di Inggris terdapat antara 10.000-11.000 warga Indonesia yang tersebar mulai dari London sampai ke Skotlandia dan Irlandia.
Kerusuhan mulai terjadi pada Sabtu malam pekan lalu dan terus terjadi hingga kini. Kerusuhan yang awalnya hanya terjadi di Tottenham kini menyebar hingga ke Liverpool dan Birmingham, bahkan dilaporkan lebih luas lagi. Puluhan tempat bisnis dan kendaraan dilaporkan terbakar, ratusan orang ditangkap karena diduga provokator.
Menurut Amika Wardhana, Phd student di Essex University yang tengah berada di London mengakui bahwa London sudah lebih terkendali semalam setelah 16 ribu polisi muterin kota. "Semacam unjuk kekuatan aja," ujar Mas Miko demikian panggilan akrab dosen UGM Yogjakarta.
"Saya malah kemarin sempat muter-muter di inner London yang lenggang karena banyak toko dan kantor diharapkan tutup awal," ujar Miko yang merasa heran karena tidak biasanya London sepi bahkan tidak macet, jadi dapat lancar ngabuburit .
Menurut Miko yang pernah mengambil Master di Nottingham itu, kemarin ia juga sempat jalan jalan di sepanjang Oxford Street yang menjadi pusat belanja di London, masih rame seperti biasa.
Diakuinya ketika semalam kembali kerumah sekitar pukul 11 malam, jalan jalan meski lebih lenggang, tapi tidak ada masalah, cuma berisik sirene mobil polisi yg lalu lalang, sama polisi-polisi yang melakukan ronda siskamling di pojok-pojok.
Menurut Miko ada isu di Twitter akan ada serangan ke daerah Kilburn dan Brent Cros, tapi tidak ada kejadian apa-apa dan berharap kerusuhan di London dapat diselesaikan. Sepertinya berita tentang kerusuhan London dan kota-kota lain sedikit berlebihan, ujarnya.
Begitupun di kota Birmingham yang cukup banyak komunitas warga Indonesia nya baik yang belajar maupun yang bekerja dan telah menjadi penduduk disana seperti keluarga Sri Dewi , perawat di rumah sakit Birmingham dan sang suami Aak Firdaus, saudagar kelontong makanan Indonesia yang study penerbangan di Bristol University
Sri Dewi mengakui ekonomi di Inggris yang sedang terpuruk dan ketidakpuasan masyarakat Inggris dengan kebijaksanaan pemerintah seperti pemotongan anggaran untuk biaya sekolah anak serta biaya kesehatan NHS yang sangat menyedihkan.
Menurut Ni Dewi, demikian Sri Dewi biasa disapa, beberapa anak remaja sudah mulai melakukan aksi menyerang tempat tempat ibadah.
Memang ada kekhawatir karena ada kabar teman di Brum sebutan Birmingham yang pada mau kabur ke bandara, tetapi sebenarnya kondisi juga biasa saja, kerusuhan terjadi di pusat kota dengan target ribut sama polisi sambil menjarah toko-toko dan barang mahal.
Miko mengakui sejauh ini London sudah lebih terkontrol dan berharap lebih aman untuk hari-hari mendatang dan kita perlu hati-hati lihat dan membaca serta mendengarkan berita. "Kerusuhan ini cenderung terlokalisir bukan sporadis dan model bumi hangus seperti jaman refromasi 98 di Jakarta dan Solo dulu, dan lokasi kerusuhan sebenarnya sudah menjadi langganan kerusuhan sejak 30 tahun lalu meski bentuk dan targetnya berbeda-beda."
Sementara itu di Colchester, menurut Hakimul Ikhwan yang tengah menuntut ilmu di Department of Sociology pada the University of Essex, UK, sejauh ini masih aman, diakuinya memang kemarin malam saya sempat lihat berita ada Sainsbury (supermarket) di Essex ada yg dibakar, hanya saja kurang jelas di daerah Essex bagian mana. Colchester salah satu wilayah bagian dari Essex.
Menurut Hakim, demikian suami Lia dan ayah Neja itu, wajar kalau rusuh London jadi berita besar dunia, karena London memang merupakan salah satu kota besar di dunia yang berada di ujung bulatan bola dunia.
Harusnya kan sebagai salah satu polisi dunia, kenapa polisi London tidak dapat mengamankan area terbatas seluas London, kalau mengamankan London aja tidak bisa, koq bernafsu mengamankan Irak, Afghanistan, dan bahkan menyebut diri mau jadi polisi dunia.
Hakim mengharapkan Pemerintah Inggris dapat segera mengontrol keadaan dan menjamin keamanan. Kalau melihat titik lokasi kerusuhan, sebenarnya relatif terkonsentrasi di titik-titik tertentu dan menjadi tidak terjadi secara masif di seluruh wilayah London.
Sementara itu Ardhy Brookman Sitorus, yang lama menetap di daerah Victoria London mengakui bahwa seharusnya bagi para pembuat onar ditangkap dan dijatuhi hukuman dan apabila mereka itu kaum imigran harusnya dideportasi.
Menurut Ardhy, yang memiliki usaha katering makanan Padang, London dan Inggris merupakan kota dan negara dengan toleransinya yang sangat tinggi dan seharusnya kerusuhan tidak perlu terjadi.
Ardhy yang menulis surat terbuka kepada Pemerintah Inggris mengenai pandangannya dan imbauannya agar pemerintah menindak para perusuh dan menangkap serta memenjarakan. Surat terbuka Ardhy yang dikirimkan ke melalui Home Office, kementerian dalam negeri mendapatkan sebanyak 152 komentar dari ITV News dan BBC London.
Sekalipun kerusuhan memang terjadi di London Utara, Selatan, Barat, dan Timur jika Essex termasuk karena tidak jauh dari London dan terjadi di titik-titik tertentu dan oleh `sekelompok terorganisir`, kerusuhan tersebut difahaminya relatif bukan ekspresi brutalisme (anarkhisme) massa seperti yang pernah dialami di Jakarta, Solo, Jogja periode 1998.
Oleh Zeynita Gibbons
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011