Mataram (ANTARA) - Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Rinjani berinisial SS terancam pidana 10 tahun penjara karena menyebarkan berita bohong yang mengatakan ada dana dari pemerintah untuk masyarakat dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp2 triliun.
"Ancaman hukumannya sesuai sangkaan pidana yang menetapkan SS sebagai tersangka," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) Kombes Pol. Artanto di Mataram, Jumat.
Sangkaan yang menyebutkan hukuman 10 tahun penjara itu berkaitan dengan penyebaran berita bohong, sesuai aturan Pasal 14 Ayat 1,2 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Selain sangkaan tersebut, penyidik kepolisian juga menerapkan Pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Untuk sangkaan pasal tersebut masih berkaitan dengan penyebaran berita bohong, yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan di tengah masyarakat. Ancaman pidana dari dugaan ini tertera dalam Pasal 45 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, dengan hukuman paling berat enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Ancaman pidana juga disangkakan kepada SS terkait pendistribusian informasi yang bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik, dalam hal ini tudingan ke pemerintah yang menyembunyikan penyaluran dana PEN untuk masyarakat.
Sangkaan tersebut sesuai dengan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE, dengan ancaman pidana hukuman paling berat 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Lebih lanjut, Artanto mengungkapkan, proses hukum yang kini masuk babak baru ini sudah mengagendakan pemeriksaan SS sebagai tersangka.
"Karena penetapan tersangka baru pekan lalu, jadi penyidik mengagendakan pemeriksaan SS dalam statusnya sebagai tersangka, dalam waktu dekat ini diagendakan," katanya.
Penyidik belum melakukan penahanan terhadap tersangka SS karena status tersebut akan berjalan seiring dengan rangkaian penyidikan.
"Semua menjadi kewenangan penyidik. Kami belum bisa pastikan, namun nantinya itu (penahanan) akan dilakukan sejalan dengan proses penyidikan," jelasnya.
Tersangka SS dalam konten YouTube berjudul "Konferensi Pers KSU Rinjani" menuding Pemerintah menyembunyikan penyaluran dana PEN untuk masyarakat.
Hal itu digunakan SS sebagai motif untuk menghambat penyaluran program KSU Rinjani, yang menjanjikan bantuan tiga ekor sapi dengan anggaran Rp100 juta untuk setiap anggota.
Unggahan tersebut diduga menimbulkan reaksi dari sejumlah anggota KSU Rinjani, dengan melakukan unjuk rasa ke Pemerintah Provinsi NTB. Anggota KSU Rinjani menuntut Pemerintah segera menyalurkan program tiga ekor sapi dari dana PEN.
Terkait persoalan tersebut, polisi telah meminta klarifikasi kepada pihak Pemerintah.
"Dari klarifikasi tim penyelidik, Pemerintah menyatakan tidak ada program atau anggaran demikian, baik dari pusat maupun daerah," ucap dia.
Pernyataan klarifikasi dari pemerintah itu diperkuat dengan pemeriksaan data dan program yang sedang maupun akan berjalan.
"Jadi tidak benar ada program dan realisasi anggaran PEN itu dari pemerintah," ujarnya.
Selain bukti dari klarifikasi, penetapan SS sebagai tersangka juga diperkuat dengan keterangan ahli di bidang bahasa maupun ITE.
Baca juga: PT SMI: Pinjaman PEN Daerah merupakan perluasan mandat dari Pemerintah
Baca juga: KPK petakan potensi dan celah korupsi soal pinjaman PEN daerah
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022