Tunis (ANTARA) - Ketua parlemen Tunisia, Rached Ghannouchi, mengatakan pada Kamis (17/2) bahwa parlemen yang ditangguhkan pasti akan kembali berfungsi.

Kembalinya parlemen itu menjadi tantangan paling gamblang bagi Presiden Kais Saied, yang menangguhkan Parlemen pada Juli dan mengendalikan sebagian besar kekuasaan, sebuah langkah yang digambarkan lawan-lawannya sebagai kudeta.

Ghannouchi mengatakan dalam pertemuan kalangan oposisi bahwa Tunisia akan "lepas dari kediktatoran" dan meminta oposisi untuk bersatu menghadapi kemunduran itu.

Presiden Tunisia bulan ini membubarkan Dewan Kehakiman Tertinggi, salah satu lembaga yang tersisa di Tunisia yang dapat bekerja secara independen.

Saied memperkuat cengkeramannya atas peradilan minggu lalu dengan mengeluarkan dekret yang memungkinkan dia memberhentikan hakim atau memblokir promosi mereka, seraya membantu mengonsolidasikan kekuasaannya setelah ia merebut otoritas eksekutif musim panas lalu.

Ketika menanggapi wartawan, Saied mengatakan selama kunjungan ke Brussels pada Kamis, "Sama seperti Jenderal De Gaulle (Prancis) berkata, ' Saya tak akan memulai kediktatoran di usia ini'."

Ghannouchi, pemimpin partai Islam Ennahda tidak mengumumkan perincian lebih lanjut tentang rencana untuk memfungsikan kembali parlemen, tetapi pengumuman itu kemungkinan akan dilakukan dalam sesi terbuka melalui video.

Pekan lalu, Ghannouchi mengatakan dia akan bertemu dengan delegasi parlemen Eropa yang akan mengunjungi Tunisia pada 20 Februari, sebagai bagian dari pertemuan dengan masyarakat sipil, politisi, dan legislator dari parlemen yang ditangguhkan.

Sumber: Reuters

Baca juga: Hakim Tunisia tolak pembubaran Dewan Kehakiman Tertinggi

Baca juga: Presiden Tunisia perkuat cengkeraman atas peradilan

Tunisia sukses luncurkan satelit buatan dalam negeri pertama

Penerjemah: Mulyo Sunyoto
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2022