Jakarta (ANTARA News) - Tekanan jual di Bursa Efek Indonesia pada perdagangan Selasa sesi pagi berkurang meskipun indeks masih terkoreksi cukup dalam.

Indeks harga saham gabungan BEI pada penutupan perdagangan sesi pertama melemah 2,57 persen atau 102,789 poin menjadi 3.747,477 dan indeks LQ-45 berkurang 2,72 persen atau 18,555 poin menjadi 663,391.

Analis PT City Securities Hendri Efendi mengatakan bahwa indeks BEI masih tertekan karena aksi jual saham oleh pelaku pasar masih berlanjut meski volumenya berkurang.

Pelaku pasar masih belum berani melakukan aksi beli, mereka khawatir dengan kondisi global yang masih tak menentu, ucapnya.

Menurut Hendri Efendi, pasar sampai sore masih negatif, sehingga indeks BEI juga tetap koreksi, meski tidak sebesar yang terjadi pada Selasa pagi.

"Kami optimis pasar masih negatif sehingga aksi lepas masih terjadi, akibatnya indeks BEI tetap negatif," ujarnya.

Ia mengatakan, para pelaku pasar aktif melepas saham industri otomotif sehingga terjual sebanyak 5,37 juta unit senilai Rp334,03 miliar pada kurs turun Rp1.500 menjadi Rp63.500, saham Indo Tambang Mega melemah Rp2.050 menjadi Rp42.200.

Kemudian saham Bank BCA terjual sebanyak 38,58 juta unit dengan nilai Rp289,27 miliar pada kurs akhir Rp7.650 atau turun Rp400, menyusul saham industri rokok HM Sampoerna berkurang Rp1000 menjadi Rp30.100, dan saham Bukit Asam melemah Rp900 menjadi Rp18.450.

"Kami memperkirakan saham-saham itu masih akan terkoreksi pada Selasa nanti, " ucapnya.

Sementara itu, Analis PT Millenium Danatama Securities, Ahmad Riyadi mengatakan, penurunan harga saham masih tetap terjadi.

Pasar masih negatif, apalagi di pasar internal belum ada isu positif yang mendorong pelaku pasar aktif membeli saham-saham yang murah, katanya.

Penjualan saham, menurut dia, oleh pelaku asing mengakibatkan harga saham unggulan terkoreksi yang seharusnya pelaku lokal melakukan pembelian saham tersebut.

Kemerosotan harga saham itu sebenarnya memberikan peluang yang baik kepada investor lokal untuk bisa bermain dalam jangka panjang.

Namun para pelaku lokal lebih cenderung menunggu, mereka belum berani melakukan aksi beli tanpa diikuti oleh pelaku asing, tutur Ahmad Riyadi.

(H-CS/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011