Srinagar, India (ANTARA News) - Tiga polisi dan seorang tentara ditangkap di Kashmir India sebagai bagian dari penyelidikan atas kematian seorang pria dalam tahanan dan rekayasa pertempuran, kata sejumlah pejabat, Senin.
Bulan lalu Nazim Rashid, seorang pemilik toko berusia 28 tahun, tewas setelah ditangkap oleh polisi anti-pemberontakan di kota Sopore, Kashmir utara, dalam kaitan dengan kasus pembunuhan yang belum terpecahkan.
Penyebab kematian pria itu belum diungkapkan, namun peristiwa tersebut mengakibatkan pemogokan sehari di negara bagian Himalaya itu dan Menteri Besar Kashmir Omar Abdullah berjanji mengambil "tindakan cepat dan patut dicontoh".
"Dua polisi ditangkap dan beberapa lain diperiksa," kata seorang polisi kepada AFP, Senin, dengan menambahkan bahwa penangkapan itu dilakukan pada akhir pekan.
"Penangkapan-penangkapan telah dilakukan. Penyelidikan terus berlangsung dan jika perlu, penangkapan lain akan dilakukan," kata Abdullah di televisi NDTV.
Ia juga mengatakan, pihak berwenang telah mulai menyelidiki sebuah kasus dimana seorang warga sipil tewas dan kemudian tampaknya direkayasa sebagai komandan senior kelompok militan Lashkar-e-Taiba (LeT).
Abdullah mengatakan, seorang prajurit setempat dan seorang polisi ditangkap Senin karena membuat pasukan keamanan meyakini bahwa warga sipil itu adalah militan.
Menurutnya, kedua orang itu mengaku telah menyesatkan pasukan keamanan yang mengarah pada pembunuhan seorang warga Hindu setempat.
Polisi pada Minggu mengklaim membunuh Abu Usman, seorang "komandan senior" LeT, di distrik Poonch, Kashmir selatan, dalam tembak-menembak 12 jam.
Pada hari yang sama polisi juga mengklaim membunuh seorang komandan lain LeT bernama Fahadullah, seorang warga Pakistan, selama bentrokan sengit di distrik Kupwara, Kashmir utara, yang berbatasan dengan wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan.
Fahadullah adalah "komandan divisi" LeT untuk Kashmir utara dan kematiannya merupakan "kemunduran besar" bagi kelompok itu, kata pejabat tinggi kepolisian Muneer Khan kepada wartawan.
LeT yang bermarkas di Pakistan dituduh bertanggung jawab atas serangan-serangan Mumbai 2008 yang menewaskan 166 orang, namun kelompok itu membantah tuduhan tersebut.
Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.
Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.
New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Perbatasan de fakto memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan.
Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.
Serangan-serangan pada 2008 di Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, telah memperburuk hubungan antara India dan Pakistan.
New Delhi menghentikan dialog dengan Islamabad yang dimulai pada 2004 setelah serangan-serangan Mumbai pada November 2008 yang menewaskan lebih dari 166 orang.
India menyatakan memiliki bukti bahwa "badan-badan resmi" di Pakistan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan-serangan itu -- tampaknya menunjuk pada badan intelijen dan militer Pakistan. Islamabad membantah tuduhan tersebut.
Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, juru bicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.
India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011