Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajudha menduga Iran akan menerima tawaran Rusia untuk memproses pengayaan uranium di Rusia dan selanjutnya digunakan sebagai bahan baku energi nuklir di Iran. "Besar kemungkinan Iran akan menerima (tawaran pengayaan di Rusia)," kata Menlu usai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima Dubes Iran, Shaban Shahidi Madab, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu. Presiden menerima Dubes Iran untuk menjelaskan posisi Indonesia dalam kasus energi nuklir di Iran. Sebelumnya pada Selasa (31/1) presiden memanggil tujuh duta besar (Dubes) negara sahabat, lima di antaranya adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yakni Rusia, Amerika Serikat, China, Inggris dan Prancis, sedangkan dua lainnya adalah Jerman dan Austria. Menlu mengatakan ia telah bertemu dengan ketua tim negosiasi Iran yang menyebutkan bahwa Iran sedang menegosiasikan usulan Rusia. Menlu juga mendapatkan informasi bahwa pertemuan antara Iran dan Rusia pada 16 Februari 2006 mendatang akan banyak membicarakan negosiasi teknis mengenai tawaran Rusia tersebut. "Dugaan saya secara prinsip penerimaan sudah terjadi, tinggal negosiasi yang belum rampung. Mudah-mudahan begitu," kata Hassan. Indonesia sangat berharap tawaran Rusia diterima sebagai solusi damai dalam masalah pengayaan uranium oleh Iran itu. Dalam pertemuan antara Dubes Iran dan Presiden RI, kata Hassan, Presiden kembali mengharapkan agar ada penyelesaian secara damai tentang kasus nuklir di negeri para mullah itu. Presiden mengharapkan adanya kerjasama Iran dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA/International Atomic Energy Agency) dan Iran mempertimbangkan baik-baik tawaran Rusia. Presiden juga menginginkan informasi terus-menerus mengenai perkembangan di Iran dari pihak-pihak terkait, termasuk juga dari pemerintahan Iran. Sementara Dubes Iran, kata Menlu, juga menjelaskan bahwa delegasi Rusia dan China telah tiba di Teheran, hal itu menunjukkan kontak dan negosiasi Iran dengan Rusia terus berlangsung. Indonesia kata Menlu akan terus meyakinkan barat dan Iran agar menerima tawaran Rusia sebagai jalan keluar dari krisis nuklir. Dubes Iran sendiri, lanjut Menlu, banyak memberikan informasi mengenai kegiatan nuklir di Iran, selain juga menggambarkan sikap ketidak konsistenan negara-negara Barat terhadap masalah nuklir di Iran. Pada 1976 ketika Iran dipimpin oleh Shah Iran banyak negara Barat yang berjanji untuk memasok dan membangun instalasi nuklir hingga sebanyak 20 reaktor. Namun setelah perubahan politik negara terjadi di Teluk Persia tersebut janji-janji itu tidak ditepati dan justru timbul kecurigaan terhadap Iran. Dubes Iran juga menggaris bawahi keinginan pemerintahnya untuk bekerjasama erat dengan IAEA serta memenuhi aturan badan itu. Iran juga ingin melaksanakan aturan penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai, namun dalam pembicaraan dengan Presiden Yudhoyono, Menlu mengatakan tergambar adanya kegusaran dari pihak Iran karena kepentingan suatu negara dibicarakan dan diputuskan oleh negara anggota DK-PBB di London tanpa partisipasi dan kehadiran Iran. Menlu juga mengatakan bahwa pada 2 Februari IAEA akan melakukan sidang luar biasa, pada sidang itu nampaknya negara Barat telah menyiapkan rancangan resolusi "Safeguard Agreement", yaitu kesepakatan mengenai prosedur dan proses pengamanan nuklir untuk energi. Dubes Iran sendiri menjelaskan bahwa negaranya akan terus memasok minyak ke pasar. Saat ini produksi minyak Iran mencapai 4 juta barel per hari, dari jumlah tersebut sebanyak 2,5 juta barel dipasok ke dunia. (*)
Copyright © ANTARA 2006