Yang dikhawatirkan adalah adanya sandiwara di balik penangkapan tersebut, sehingga dapat dibayangkan bahwa proses hukum lanjutan pasca-penangkapan pun akan berlangsung secara tidak wajar.
Kupang (ANTARA News) - Pengamat hukum dan antropologi sosial Dr Karolus Kopong Medan SH.MHum mengatakan penangkapan Muhammad Nazaruddin diharapkan jangan sekedar sandiwara tetapi menjadi "pintu masuk" untuk mengusut tuntas dugaan kasus korupsi yang selama ini mewacana di publik.

"Kerja sama Polri dengan Interpol dalam penangkapan Nazaruddin tersangka pelaku penerimaan suap dalam proyek pembangunan wisma Atlet Jakabaring Palembang yang selama ini bersembunyi di luar negeri - pantas mendapatkan apresiasi yang tinggi," katanya di Kupang, Senin.

Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengemukakan pandangannya tersebut menanggapi informasi telah ditangkapnya Muhammad Nazaruddin di Cartagena, Kolumbia.

Kepolisian Negara RI bekerja sama dengan interpol menangkap mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin di Cartagena, Kolumbia.

"Saya baru tahu tadi jam 08.00 WIB, Pak Kapolri(Jenderal Polisi Timur Pradopo, red) melaporkan jam 10.00 WIB ke Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono, red). Tim kita yang berada di sana," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam di Jakarta, Senin.

Irjen Polisi Anton mengatakan bahwa pihaknya tinggal menunggu tim yang berjumlah tiga orang kembali dari negara Nazaruddin ditangkap.

Nazaruddin yang menjadi tersangka kasus dugaan penerimaan suap untuk proyek pembangunan wisma atlet di Jakabaring, Palembang, berada di Singapura satu hari sebelum KPK meminta Kementerian Hukum dan HAM melakukan pencegahan pada Selasa (24/5).

Kopong Medan yang juga koordinator perekaman persidangan perkara tindak pidana korupsi di Nusa Tenggara Timur (NTT) itu mengatakan, Keberhasilan Polri melalui sebuah kerjasama yang baik dengan Interpol Kolumbia.

Hasil kerjasama itu katanya sekaligus menepis dugaan tentang adanya permainan yang sistematis dalam mengamankan mantan bendahara umum Partai Demokrat itu agar tidak membuka mulut membeberkan keterlibatan berbagai pihak, termasuk kalangan elit politik dalam kasus Kemenpora tersebut.

Semula banyak pihak memberikan penilaian miring terhadap cara kerja Polri yang terlalu lamban dalam menangkap Nazaruddin, yang dianggap seolah-olah dia kebal hukum dan imun dari berbagai tuntutan hukum.

Langkah berani Polri-Interpol dalam menangkap tersangka pelaku penerima suap tersebut ini patut diacungkan jempol. Namun, yang paling penting juga adalah bahwa proses hukum lanjutan pasca-penangkapan juga harus berjalan secara transparan dan akuntabel tanpa ada rekayasa dari pihak manpun.

"Yang dikhawatirkan adalah adanya sandiwara di balik penangkapan tersebut, sehingga dapat dibayangkan bahwa proses hukum lanjutan pasca-penangkapan pun akan berlangsung secara tidak wajar. Itu berarti, keberhasilan penangkapan Nazaruddin yang adalah buronan internasional ("red notice" ) versi Mabes Polri itu menjadi tidak bermakna apa-apa.

"Saya kuwatir proses hukum yang bakal dijalani oleh Nazarudin juga sama seperti Gayus "Sang Raja Mafia pajak" yang berbelit-belit dan tidak tahu lagi ke mana arah penanganan kasusnya," katanya.

Jangan sampai perlakuan terhadap Gayus terulang lagi dalam kasus Nazaruddin, di mana mereka seolah-olah tampil sebagai "pahlawan", karena secara gamblang membeberkan keterlibatan berbagai pihak dalam kasus yang melilit dirinya.

"Kita tidak ingin hal semacam itu terjadi lagi, karena itu akan menurunkan wibawa hukum di mata masyarakat. Jika yang demikian terjadi, maka hukum kemudian hanya tampil sebagai alat kekuasaan semata," katanya.

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011