mengejar cakupan vaksinasi supaya gelombang-gelombang ini makin kecil

Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman menekankan bila masa puncak Omicron secara nasional akan ditentukan dari salah satu daerah di Indonesia yang menjadi penyumbang kasus positif COVID-19 terbanyak.

“Kalau bicara prediksi puncak Omicron secara nasional, itu akan ditentukan oleh masa puncak dari suatu wilayah atau daerah yang berkontribusi paling banyak dalam temuan kasus,” kata Dicky dalam pesan suara yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu.

Dicky memprediksi bila puncak kasus akan terjadi pada akhir bulan Februari atau awal bulan Maret 2022. Walaupun demikian, untuk menentukan puncak kasus COVID-19 di Indonesia dalam masa Omicron secara nasional tidaklah mudah.

Baca juga: Menkes: Kasus harian enam provinsi lampaui puncak Delta

Baca juga: Kasus baru COVID-19 di Jakarta sudah lampaui puncak gelombang dua

Bila berbicara dalam konteks Indonesia, masa puncak dari kasus COVID-19 di setiap daerah, dapat terjadi secara berbeda-beda. Kabupaten atau kota yang berada dalam satu provinsi pun, bisa jadi memiliki perbedaan kasus pada saat yang bersamaan.

Akibatnya, puncak nasional memiliki kecenderungan mengikuti sebuah daerah yang paling berkontribusi dalam menyumbang kasus positif terbanyak. Salah satu penyebabnya adalah jumlah populasi penduduk yang besar seperti pada DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Selain besarnya populasi, Dicky menekankan jika gelombang COVID-19 seiring waktu akan semakin mengecil karena terbangunnya imunitas yang baik dalam masyarakat. Namun, gelombang itu akan bergerak ke daerah yang memiliki belum memiliki cakupan vaksinasi tinggi.

“Artinya semua daerah harus mengejar cakupan vaksinasi supaya gelombang-gelombang ini makin kecil dan mengecil,” kata dia.

Walaupun perbedaan kasus di setiap daerah tidak jauh berbeda, hal tersebut tetap akan dipengaruhi respon pemerintah dalam menggencarkan mitigasi baik melalui pelacakan kasus, akselerasi vaksinasi dan peningkatan literasi risiko dalam masyarakat agar lonjakan kasus sekaligus terjadinya kematian akibat COVID-19 tidak terjadi.

“Tingkat kematangan kurva atau gelombang di masing-masing daerah akan berbeda. Memastikan puncak lewat itu, tidak bisa serta merta satu hari atau dua hari langsung. Biasanya butuh satu minggu untuk memastikannya dan ini yang harus kita sadari,” tegas Dicky.

Selain memperhatikan cakupan vaksinasi daerah dengan imunitas yang rendah, pemerintah juga harus mempersiapkan fasilitas kesehatan di setiap daerah secara merata agar tenaga kesehatan tidak terbebani akibat banyaknya hunian rumah sakit ataupun kematian yang meningkat.

Dicky juga mengatakan seluruh pihak harus saling bahu membahu karena COVID-19 memiliki dampak baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang. Karena sifat abai dan meremehkan berpotensi akan memunculkan varian baru yang lebih hebat dari Omicron dan Delta ataupun long covid.

“Kita harus lihat variabel-variabel ini, kalau trennya masih meningkat terutama di yang sifatnya akut seperti kasus infeksi, angka positivity rate dan angka reproduksinya jauh di angka satu, kita masih harus bersabar. Saya belum berubah dengan prediksi saya sebelumnya, puncak itu di akhir Februari atau Maret,” ucap dia.

Baca juga: Menkes: Puncak kasus Omicron bisa lebih banyak 3-6 kali lipat Delta

Baca juga: Luhut: Indonesia siaga Omicron saat keterisian RS capai 30 persen

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022