Port Harcourt, Nigeria (ANTARA News/Reuters) - Lima militan melarikan diri dari sebuah penjara di kota minyak Nigeria, Port Harcourt, Minggu, dengan menggunakan ranjang besi mereka sebagai tangga untuk melewati dinding penjara, kata seorang juru bicara penjara itu.

Militan, yang menyatakan berjuang untuk pembagian adil kekayaan minyak di negara itu, selama bertahun-tahun mendalangi serangan sabotase dan penculikan pekerja minyak di Delta Niger, pusat industri minyak dan gas terbesar Afrika.

Program amnesti pada 2009 telah menghentikan serangan besar terhadap pipa minyak namun pencurian minyak dan penculikan masih terus terjadi.

"Tujuh tahanan melarikan diri namun dua orang ditangkap lagi. Lima tahanan yang melarikan diri adalah penjahat berbahaya, militan yang terkenal jahat. Kami meminta masyarakat membantu kami menangkap mereka lagi," kata seorang juru bicara penjara Port Harcourt.

"Pembobolan penjara dilakukan dengan menggunakan ranjang besi sebagai tangga untuk pergi ke daerah pelabuhan," katanya.

Ia menambahkan, 23 tahanan lain berusaha melarikan diri namun tidak berhasil keluar dari penjara tersebut.

Pada Juni, kelompok militan utama Nigeria MEND mengancam akan menyerang fasilitas perusahaan minyak Italia Eni di negara itu karena dianggap mencuri minyak dan mendukung serangan udara pimpinan NATO di Libya.

Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) mengatakan dalam sebuah pernyataan melalui email pada 6 Juni, Eni terlibat dalam "pencurian" di kawasan Nigeria selatan yang kaya minyak dan membantu satuan khusus militer Nigeria yang ditempatkan di sana.

MEND adalah kelompok militan utama di Delta Niger yang selama bertahun-tahun meledakkan pipa minyak di Nigeria, negara industri terbesar gas dan minyak Afrika. Namun, mereka terpecah sejak program amnesti 2009 dan tidak jelas kelompok mana yang kini mengendalikan alamat email tersebut.

Pada Juni 2009, almarhum Presiden Nigeria Umaru Yar`Adua melakukan salah satu upaya paling serius untuk mengendalikan kerusuhan yang membuat Nigeria gagal memproduksi lebih dari duapertiga kapasitas minyaknya, sehingga negara itu rugi milyaran dolar, dengan menawarkan amnesti tanpa syarat kepada gerilyawan.

Lebih dari 15.000 gerilyawan di daerah penghasil minyak Delta Niger dikabarkan telah menyerahkan senjata mereka dan menerima pengampunan tanpa syarat berdasarkan program presiden tersebut.

Program amnesti tawaran Yar`Adua itu, yang diberlakukan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober 2009, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi militan dan penjahat di Delta Niger.

Sebagai bagian dari upaya amnesti itu, pemerintah pada 13 Juli 2009 membebaskan Henry Okah, seorang pemimpin MEND, setelah tuduhan terhadapnya dibatalkan.

Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) menanggapi langkah itu dengan mengumumkan gencatan senjata 60 hari dalam "perang minyak" mereka.

MEND, kelompok paling lengkap persenjataannya diantara sejumlah kelompok pemberontak yang beroperasi di wilayah selatan penghasil minyak, mengklaim melancarkan sejumlah serangan sejak pemerintah Nigeria menawarkan amnesti pada Juni 2009.

Kelompok itu telah mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru.

MEND bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan Agip.

Serangan-serangan itu sempat membuyarkan harapan bahwa tawaran amnesti akan menciptakan masa tenang.

Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.

Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun 2008, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).  (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011