Washington (ANTARA) - Pemerintah AS mengatakan pihaknya menghadapi "kerugian yang signifikan" jika pengadilan banding gagal untuk membatalkan keputusan larangan atas penegakan wajib vaksin COVID-19 dari Presiden Joe Biden bagi pekerja pemerintah.

Pemerintah AS mengatakan pengujian karyawan yang tidak divaksin dapat menghabiskan biaya hingga 22 juta dolar AS (setara Rp 314 miliar) per bulan.

Deputi Direktur Manajemen dan Anggaran Gedung Putih Jason Miller mengungkapkan dalam sebuah pengumuman yang dikutip Senin malam oleh Departemen Kehakiman bahwa pemerintah akan dirugikan di beberapa bidang jika tidak dapat menegakkan persyaratan vaksin.

"Meski sebagian besar pegawai sipil federal divaksin penuh, ratusan ribu dari mereka tidak divaksin," kata Miller dalam pengumuman 28 Januari itu.

Pada 21 Januari, seorang hakim AS di Texas memutuskan Biden tidak dapat mewajibkan karyawan federal untuk divaksin terhadap COVID-19 dan menghalangi pemerintah AS untuk mendisiplinkan karyawan yang tak mematuhi.

Pada September, Biden telah mengeluarkan perintah yang mengharuskan sekitar 3,5 juta pekerja untuk divaksin pada 22 November kecuali karena alasan keagamaan atau medis - atau menghadapi disiplin atau pemecatan.

Pengumuman Miller mengatakan pada 21 Januari, sekitar 2 persen dari tenaga kerja sipil federal "tidak menegaskan bahwa mereka sepenuhnya divaksin atau tidak juga mengajukan permintaan atau menerima pengecualian."

Protokol keselamatan kerja COVID-19 AS mengharuskan karyawan federal yang tidak divaksin untuk mengikuti pengujian rutin.

Pengujian mingguan "dapat membebani pembayar pajak sekitar 11 juta dolar hingga 22 juta dolar setiap bulan, atau 33 juta dolar hingga 65 juta dolar setiap kuartal," tulis Miller.

Puluhan ribu pegawai federal yang tidak divaksin tidak mengajukan permintaan pengecualian wajib vaksin atau permintaan mereka disetujui dan puluhan ribu permintaan pengecualian tertunda, tulis Miller.

Pekan lalu, pengadilan banding AS menolak untuk memblokir keputusan vaksin itu. Pengadilan Banding Sirkuit ke-5 akan mendengarkan kasus tersebut pada 8 Maret.

Miller mengatakan putusan itu memaksa lembaga pemerintah untuk merevisi "rencana dan jadwal masuk kembali dan pasca-masuk kembali" untuk memasukkan "menyiapkan program pengujian COVID-19 yang diperluas di lembaga."

Dia menambahkan jika perintah itu tetap berlaku "itu akan membahayakan kemampuan pemerintah federal untuk melindungi kesehatan dan keselamatan tenaga kerja federal."

Departemen Kehakiman mengutip perintah eksekutif 1986 Presiden Ronald Reagan yang mewajibkan pegawai federal untuk tidak menggunakan obat-obatan terlarang, baik saat bertugas maupun tidak, dan berpendapat presiden itu memiliki "kekuasaan luas untuk mengatur layanan sipil federal."

Sumber: Reuters

Baca juga: FDA AS berikan persetujuan penuh untuk vaksin COVID-19 Moderna

Baca juga: Rumah sakit di AS cari perawat asing akibat kekurangan staf

Penerjemah: Mulyo Sunyoto
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022