Atambua, Nusa Tenggara Timur, (ANTARA News) - Peraih Nobel Perdamaian 1996, Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo, menyatakan dukungannya yang tulus kepada Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yodhoyono, untuk dinominasikan meraih Nobel Perdamaian 2006. Uskup Belo menyampaikan hal itu kepada ANTARA di Atambua, Rabu, melalui telepon selular dari Portugal disusul sepucuk surat melalui internet yang diterima pada hari yang sama. Uskup Belo menyampaikan komentarnya setelah dia mendapat informasi bahwa Presiden Yudhoyono yang mantan Komandan Batalyon Infanteri (Yonif) 744/Satya Yudha Bhakti (SYB) saat bertugas di Timor Timur pada 1986-1988 itu dinominasikan untuk menerima Nobel Perdamaian 2006. "Kami mendapat informasi bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinominasikan untuk meraih Nobel Perdamaian 2006. Sebagai peraih Nobel Perdamaian 1996, kami menyatakan dengan tulus dukungan untuk pemimpin bangsa dan negara Indonesia itu," kata Uskup Belo. Dia mengatakan apabila para penerima Nobel Perdamaian dimintai tanggapan seputar pencalonan Yudhoyono untuk meraih hadiah bergengsi di bidang perdamaian itu, maka dirinya menjadi orang pertama yang menyatakan dukungan tulus berdasarkan apa yang diketahuinya tentang pribadi, perjalanan hidup dan perjuangan SBY. Apabila Presiden Yudhoyono berhasil keluar sebagai peraih Nobel Perdamaian 2006, menurut dia, hal itu merupakan kehormatan bagi seluruh rakyat Indonesia, sekaligus kebanggaan bagi rakyat di Negara Timtim. Ketiga bertugas di Timtim dari 1986 sampai 19888, Yudwhoyono sempat menjadi Komandan Yonif (Danyonif) 744/SYB yang bermarkas di Taibesi, Dili, Timtim. Sementara itu, dalam suratnya yang dikirim melalui jaringan internet yang ditulis di Mogofores, Portugal, 31 Januari 2006, mantan Pemimpin umat Katolik Dioses Dili tahun 1988-2002 itu menyampaiakn salam dan damai sejahtera kepada Presiden SBY dan Seluruh rakyat Indonesia "Dengan ini, kami menyatakan kegembiraan yang tulus setelah mendapat berita tentang pencalonan Bapak Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono untuk menerima Nobel Perdamaian 2006," katanya. Uskup Belo melanjutkan dalam suratnya itu, "Saya menyatakan sangat mendukung pencalonan itu demi tercipta perdamaian kekal di Indonesia pada umumnya dan Aceh, Timor Leste dan Irian Barat pada khususnya. Selanjutnya Belo mengemukakan walaupun dirinya kurang mengenal riwayat hidup Presiden RI yang dalam surat itu disebutnya dengan "yang mulia", namun pada prinsipnya pihaknya mendukung pencalonan Yudhoyono untuk meraih Nobel Perdamaian. Dia mengisahkan ketika dirinya dinobatkan menjadi Uskup Titular Lorium Administrator Dioses Dili pada 19 Juni 1988, Mayor (Inf) Susilo Bambang Yudhoyono sudah bekerja di Timtim selama dua tahun. "Banyak warga di tempat penugasan beliau berceritera bahwa Bapak Mayor ini orang baik, tenang dan tidak bertindak kasar terhadap rakyat," tulis Uskup Belo dalam suratnya. "Mayor ini bersama istrinya selalu menyatu dengan rakyat Timtim dan ke mana saja Nyonya Anie pergi, selalu ditemani sesama kaum perempuan Timtim," lanjut Uskup Belo. Uskup Belo lebih lanjut menulis, "Banyak orang di Timtim saat ini yang pernah bergaul bersama pasangan suami-istri ini dapat memberikan kesaksian mereka yang jujur". Uskup Belo kemudian mengatakan "Kami pun mendapat informasi bahwa setelah beliau menjabat Presiden RI, Bapak Yudhoyono tidak henti-hentinya berupaya menciptakan perdamaian di kawasan perbatasan Indonesia dengan Timtim". Uskup Belo juga mengaku mendapat informasi bahwa Presiden RI sering bertemu dengan Presiden Timor Leste, Xanana Gusmao, dan ini menunjukkan ketulusannya memperjuangkan perdamaian. "Dari ceritera singkat yang kami dengar khususnya selama beliau bertugas di Timtim 1986-1988, maka kami memiliki kesan bahwa Bapak Yudhoyono adalah salah seorang putra terbaik Indonesia dan prajurit TNI yang humanis. Untuk itu, wajar dan tepat waktunya bagi kami memberikan dukungan kepadanya dalam rangka menerima Nobel Perdamaian 2006," kata Uskup Belo dalam surat itu. (*)

Copyright © ANTARA 2006