Tolitoli (ANTARA News) - Warga Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah menyesalkan sikap Perusahaan Listrik Negara Cabang Tolitoli yang melakukan pemadaman lampu saat waktu sahur dan buka puasa di bulan Ramadhan 1432 Hijriah.
Padahal, manajemen perusahaan itu telah melakukan penambahan dua unit mesin yang didatangkan dari Gorontalo dan Manado.
"Anehnya, pemadaman ini sering dilakukan pada waktu sahur dan buka puasa serta saat warga sedang shalat Tarawih," kata Kifli, pelanggan PLN di Tolitoli, Sabtu.
Ia mengatakan, pada saat menjelang berbuka puasa, lampu padam hingga satu jam. Padahal, saat berbuka puasa, shalat Tarawih dan waktu sahur adalah saat-saat penggunaan listrik oleh warga.
Pemadaman ini membuat tersebut membuat sebagian warga yang lainnya resah.
Warga takut akibat pemadaman yang dilakukan PLN dijadikan kesempatan oleh para pelaku pencurian karena sebagian warga melaksanakan shalat tarawih.
"Setiap bulan puasa seluruh anggota keluarga melaksanakan shalat tarawih. kami takut momen seperti ini dijadikan kesempatan bagi orang yang berniat jahat," kata Nurul.
Apalagi akhir-akhir ini di Tolitoli marak terjadi pencurian, baik di rumah, di mesjid maupun di kantor-kantor pemerintah.
Pemadaman bergilir yang dilakukan PLN juga tidak sesuai dengan pernyataan Kepala PLN Cabang Tolitoli, James, usai rapat dengar pendapat di DPRD setempat pada pekan sebelumnya.
Saat itu, James menyatakan akan meminimalisir pemadaman saat Ramadhan.
Kepada anggota dewan kepala PLN itu berjanji hanya akan melakukan pemadaman lampu mulai pukul 23.00 hingga pukul 03.00 WITA.
Menurutnya, hal itu dilakukan karena diperkirakan aktivitas masyarakat hanya sampai pada pukul 22.30 WITA, selebihnya mereka istirahat dan nanti pada pukul 03.00 WITA mereka kembali memulai aktivitasnya.
Beberapa warga berpendapat, pemadaman yang dilakukan PLN hanya akal-akalan untuk meraup untung dari efisiensi bahan bakar.
"Di sinilah biasanya PLN cabang `bermain kuda kayu`. Karena pemakaian bahan bakar sudah diatur dari PLN pusat maka mereka melakukan pemadaman agar sisa bahan bakar yang diefisienkan dapat dijual kembali," kata Direktur Yayasan Dopalak Indonesia, Idham Dahlan. (ANT242/Z002/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011