Bengkulu (ANTARA News) - Walhi Bengkulu mendesak Pemerintah Kabupaten Muko Muko mengusut pencemaran Sungai Serik yang diduga kuat akibat pembuangan limbah beracun dari pabrik pengolahan sawit milik PT Sapta Sentosa Jaya Abadi.
"Ratusan ikan mati ditemukan di sepanjang aliran sungai yang diduga kuat akiat pembuangan limbah beracun dari pabrik pengolah sawit milik PT Sentosa Jaya Abadi," kata Anggota Dewan Daerah Walhi Bengkulu, Barlian di Bengkulu, Sabtu.
Ia mengatakan bahwa pengusutan dan pemberian sanksi terhadap perusahaan perkebunan sawit tersebut harus dilakukan sebab kasus ini adalah yang keduakalinya.
Pada awal 2011, warga Desa Lubuk Pinang juga melaporkan temuan ratusan ikan mati di sepanjang sungai tersebut dan diselesaikan secara adat, dimana perusahaan membayar denda adat sebesar Rp10 juta.
"Artinya perusahaan mengakui kalau pembuangan limbah itu mereka lakukan dan tidak cukup dengan membayar denda, harus ada sanksi tegas sehingga ini tidak terulang lagi," katanya menjelaskan.
Untuk menyikapi persoalan ini, Walhi akan menyampaikan surat resmi kepada pemerintah kabupaten dan provinsi serta Kementerian Lingkungan Hidup dan mendesak penutupan pabrik pengolahan sawit itu.
Sebelumnya warga Desa Lubuk Pinang Kecamatan Lubuk Pinang Kabupaten Muko Muko menemukan ratusan ikan mati di sepanjang aliran Sungai Serik yang diduga akibat keracunan limbah perusahaan sawit PT Sapta Sentosa Jaya Abadi.
"Sejak pukul 7.00 WIB kami menemukan ratusan ikan mengambang, sebagian sudah mati yang kami duga akibat limbah pabrik sawit PT SSJA," kata Kepala Desa Lubuk Pinang Bastari saat dihubungi dari Bengkulu.
Ia mengatakan, kejadian ini merupakan yang kedua kalinya setelah pada awal tahun juga terjadi kasus serupa dan perusahaan itu bersedia membayar denda adat sebesar Rp10 juta.
Kematian ikan di sungai tersebut menjadi tanda adanya pembuangan limbah beracun ke sungai sehingga warga melapor ke Badan Lingkungan Hidup (BLH) setempat.
"Kami sudah melapor ke lingkungan hidup dan Walhi, dan dalam waktu dekat akan mengecek ke sungai bersama tokoh adat," tambahnya.
Bastari mengatakan berdasarkan aturan adat setempat, masyarakat yang melakukan tindakan meracun di sungai tersebut baik disengaja atau tidak sengaja dikenakan denda adat yakni menggelar doa punjung putih punjung kuning dan denda materi sebesar Rp2,5 juta.
Perusahaan PT SSJA sebelumnya juga sudah mengakui adanya pembuangan limbah pabrik ke sungai tersebut dan dikenakan sanksi adat yakni menggelar doa dan denda materi sebesar Rp10 juta.
"Ini yang kedua kali dan kami akan turun bersama pihak perusahaan untuk mengecek ke lokasi, setelah itu akan dibahas denda adat, apakah lebih besar atau lebih kecil dari yang pertama," jelasnya.
Pembuangan limbah pabrik sawit ke sungai tersebut membuat warga tidak berani lagi menjadikan air sungai tersebut untuk konsumsi.
Warga desa hanya memanfaatkan air sungai untuk keperluan mencuci dan mandi.
(ANTARA/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011