Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR Aboe Bakar mengatakan surat edaran Dirjen Pemasyarakatan Kemkumham yang mengatur (melarang) wartawan meliput di lembaga pemasyarakatan sebagai kebijakan inkonstitusional.
Aboe yang juga anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum dan HAM dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat, mengatakan Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan bernomer PAS.HM.01.02.16 itu bertentangan dengan konstitusi.
"Saya nyatakan aturan ini inskonstitusional, seorang napi dipidana untuk memberikan efek jera dan melakukan perbaikan diri. Lapas tidak memiliki hak merampas hak asasi napi untuk mengemukakan pendapat melalui media," kata anggota DPR dari PKS itu.
Dikatakannya, setiap napi memiliki hak mengemukakan pendapat dan hak itu harus tetap dilindungi.
"Media melakukan liputan di lapas untuk menjalankan tugas yang dilindungi undang-undang, jadi harus dihormati jangan sampai ada pembungkaman," kata Aboe.
Dia khawatir, ke depan media bisa juga dilarang masuk dan meliput Komisi Pemilihan Umum.
Dia juga menilai jika media tidak boleh masuk lapas, maka lembaga itu akan semakin terpuruk karena luput dari perhatian media.
"Selama ini lapas sudah cukup tertutup, dan kenyataannya persoalan HIV, narkoba dan keributan dalam lapas masih menjadi persoalan besar. Apalagi bila media tidak diberikan akses, tidak ada lagi yang akan menjalankan fungsi kontrol atas persoalan lapas," kata legislator dari daerah pemilihan Kalimantan Selatan I tersebut.
Dia juga mengingatkan bahwa pada era keterbukaan seperti saat ini, bukan saatnya lagi menutup akses publik. "Saya kira sikap yang sedemikian tidak sesuai dengan semangat UU Pers dan UU Keterbukaan Informasi Publik, sudah seharusnya publik diberikan ruang untuk mengetahui kondisi lapas secara riil," katanya.
Karena itu dia mendesak agar surat edaran Dirjen Pemasyarakatan tersebut dicabut.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pemasyarakatan melalui website resminya pada Selasa (2/8) menegaskan kembali pengaturan kegiatan liputan bagi media massa di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan. Pengaturan itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjenpas No PAS.HM.01.02.16 perihal surat edaran bertanggal 10 Mei 2011.
Surat edaran tersebut berisi tiga hal. Pertama, setiap narapidana/tahanan tidak diperkenankan untuk wawancara baik langsung maupun tidak langsung, melalui media cetak maupun elektronik antara lain berupa wawancara, talkshow, teleconference, dan rekaman.
Kedua, setiap lapas/rutan tidak diperbolehkan sebagai tempat peliputan dan pembuatan film, karena selain mengganggu kegiatan pembinaan dan merusak ketentraman penghuni, juga akan berdampak pada gangguan sistem keamanan Lapas/Rutan.
Ketiga, peliputan untuk kepentingan pembinaan dan dokumentasi negara dapat dilakukan secara selektif setelah mendapat izin dari Dirjenpas atau bila perlu dari Menteri Hukum dan HAM. (*)
(T.E007/R010)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011