Jakarta (ANTARA News) - Ketua Forum Pers Pemerhati Pelanggaran Perikanan Nasional( FP4N), Ivan Rishky Kaya, melaporkan ke Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai kerugian perikanan Indonesia yang diduga mencapai Rp218 triliun.

"Ini bukan dari illegal fishing saja, tapi juga ilegal license. Kami kaget ketika diinvestigasi selain illegal fishing ternayata terdapat juga illegal license, perizinan tidak sah, yang diduga melibatkan oknum pejabat sendiri," kata Ivan kepada wartawan di kantor ICW, Jumat.

Ivan mengungkapkan, dari perijinan sampai praktik di lapangan banyak yang diduga dimanipulasi dan dampaknya membuat daerah kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD). "Dari izin sampai pengerukan hasil laut yang dimanipulasi, maka tak heran daerah yang memiliki potensi perikanan yang besar tak pernah sejahtera," ujarnya.

Ia mengharapkan pihak terkait menindaklanjuti dan menindak oknum yang diduga melakukan manipulasi izin dan melakukan penangkapan pada pelaku illegal fishing yang masih berkeliaran.

Ivan menilai jika hal ini dibiarkan, bukan negara saja yang rugi karena masyarakat pun dimiskinkan, bahkan tetap menjadi daerah tertinggal, "Sektor perikanan Indonesia potensial, tapi saat ini hancur karena mafia perikanan, bahkan nelayan pesisir terancam menganggur," ujarnya.

Ivan berharap dengan dilaporkannya data mengenai buruknya pengelolaan perikanan pengelolaan perikanan dapat mengubah kebijakan ke arah yang lebih baik.

"Saat ini yang kami temukan adalah pelangaran dan pencurian ikan oleh negara lain, dan mafia perikanan sudah merajalela." katanya.

Kejahatan mafia perikanan ini, lanjut Ivan, ditemukan diduga melibatan oknum-oknum seperti oknum aparat kepolisian, oknum aparat hukum bahkan oknum petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sendiri.

"Yang jelas, kami sudah serahkan bukti-bukti ke KKP dan ICW karena potensi kita menjadi negara yang kaya dari segi perikanan sangat dimungkinkan dan tidak akan terwujut karena adanya mafia perikanan," ujarnya.

Ivan mengungkapkan, setelah menyerahkan data-data ke KKP dan ICW, FP4N akan menyerahkan data tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena di dalam data tersebut diduga terdapat tindak korupsi struktural yang merugikan keuangan negara ratusan triliun.

"Minggu depan kita akan segera serahkan ke KPK, karena hingga saat ini tindak lanjut dari KKP tidak adam makanya kita serahkan ke ICW dan KPK," katannya.

"Buat kami (FP4N) illegal fishing yang diungkapkan KKP selama ini hanya merupakan pengalihan isu semata, karena dampak dari illegal fishing tidak ada kerugian negara dan jika ada hanya sebagian kecil kerugian negara," katanya.

Hal ini, lanjut Ivan, dikarenakan illegal fishing itu hanya terjadi di perbatasan laut Indonesia, sedangkan illegal license terjadi di dalam (wilayah) laut Indonesia, dengan cara menggunakan Bendera Indonesia, tetapi isinya (pemainnya) "asing" yang diduga mendapatkan ijin manipulatif dari KKP.

"Ini perbuatan dugaan korupsi yang mengalahkan illegal logging, illegal mining. Diduga sebagai mafia terbesar, mengalahkan mafia hukum dan mafia peradilan," papar Ivan.

Hal yang sama diungkapkan Project manager FP4N, Gerda Sinay, yang mengatakan selama ini illegal fishing dianggap lebih bahaya namun nyatanya dibalik itu illegal license juga sama bahayanya bahkan lebih parah.

Sementara itu, Kepala Pusat Data Dan Analisis ICW, Firdaus Ilyas, mengatakan bahwa laporan yang diberikan FP4N sangat menarik untuk di tindaklanjuti oleh ICW, karena data ini sangat penting dalam bagaimana menindaklanjuti mengenai dugaan kerugian negara yang mencapai Rp218 triliun.

"Kerugian negara dalam data ini disebutkan sangat besar dan diperkirakanmencapai 25 persen dari penghasilan sektor perikanan kita ini penting," tegasnya.

Firdaus mengatakan, data yang diberikan FP4N bisa menjadi acuan tata kelola dan pengawasan KKP dalam pengembangan sektor kelautan dan perikanan Indonesia. (*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011