Ancaman ke depan akan lebih besar, termasuk ancaman biologi (virus)
Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 dua tahun ini, memang telah menguras energi dan dana tidak sedikit, tidak hanya bagi pemerintah tetapi juga masyarakat.
Perang terhadap "musuh" yang tidak terlihat ini tidak hanya di Indonesia tetapi juga berbagai negara.
Bahkan sudah banyak jatuh korban jiwa dan luka seperti lazimnya perang pada umumnya.
Tak hanya kehilangan harta benda tetapi juga sudah banyak anak yang terpaksa yatim piatu karena kehilangan orang tua.
Namun, perkembangan terakhir, agaknya perang terhadap pandemi COVID-19 hanya bisa berakhir melalui teknologi dan kolaborasi.
Tanpa keduanya maka perang masih akan terus berkepanjangan dan tentunya semakin banyak kehilangan dan kerugian yang bakal dialami.
Memang perang menghadapi COVID-19 tidak semudah membalik telapak tangan.
Kombinasi teknologi dan kolaborasi ampuh apabila dilaksanakan dengan serius dan pantang menyerah.
Badan Intelijen Nasional (BIN) merupakan salah satu institusi yang mendapat tugas dari pemerintah untuk menyiapkan strategi memerangi COVID-19.
BIN terlibat langsung dalam mempercepat program vaksin COVID-19 kepada masyarakat.
Baca juga: Pemprov DKI gandeng TNI-Polri kejar vaksinasi "booster"
Salah satu strategi yang dijalankan dengan menggandeng elemen masyarakat melaksanakan vaksinasi dari pintu ke pintu.
Vaksin merupakan salah satu teknologi terdepan untuk menghadapi COVID-19.
Namun secanggih apapun jenis vaksinnya tidak akan berarti apa-apa, apabila sasaran kekebalan komunal tak tercapai.
Kolaborasi atau kerja sama skala besar menjadi kunci agar program vaksin dapat berlangsung sehingga COVID-19 bisa benar-benar dienyahkan dari bumi pertiwi.
Segenap elemen masyarakat sudah saatnya bergandengan tangan untuk mengatasi pandemi apabila berkeinginan pertarungan yang telah berjalan dua tahun ini segera berakhir.
Kita sebagai bangsa Indonesia pernah mencatat sejarah bersatu padu melawan penjajah hingga menorehkan kemerdekaan.
Hal serupa juga dialami saat ini yakni persatuan antar elemen bangsa sangat dibutuhkan untuk segera memberantas virus COVID-19.
Peran teknologi
Peran teknologi ini menjadi sangat besar ketika Indonesia menghadapi tantangan besar melawan pagebluk.
Pengembangan vaksin yang umumnya membutuhkan waktu sekitar sepuluh tahun, dengan pemanfaatan teknologi canggih, vaksin bisa dikembangkan hanya dalam dua tahun.
Tidak heran, jika Indonesia saat ini tercatat sebagai negara dengan pencapaian target vaksinasi melebihi 318 juta suntikan.
Prestasi demikian bukan tanpa perjuangan sejumlah instansi pemerintah bersama dengan masyarakat bahu membahu untuk menyukseskan program vaksin di berbagai daerah.
Baca juga: Anggota DPR: Kolaborasi penting guna tingkatkan capaian vaksinasi
Bahkan BIN pun ikut mengambil peran dalam mempercepat program vaksin di berbagai daerah.
Hal ini diakui Deputi Bidang Intelijen Dalam Negeri BIN, Mayjen TNI Edmil Nurjamil dalam diskusi daring bertajuk "Percepatan Vaksinasi dan Peran Teknologi " beberapa waktu lalu yang mengatakan atas perintah Presiden RI, BIN mengambil porsi untuk terlibat langsung dalam penanganan COVID-19.
Bahkan Edmil mengakui dalam dinamika penanganan COVID-19, Indonesia pernah menghadapi kondisi yang sangat mengerikan pada satu titik.
Kondisi demikian membuat BIN harus melakukan monitor perkembangan COVID-19 di Indonesia termasuk dampak-dampak yang menyertainya.
Edmil mengatakan BIN lantas menjalin kerja sama dengan TNI/Polri dan pemerintah daerah (pemda) di 34 provinsi untuk melakukan vaksinasi, termasuk menghimpun berbagai kendala di lapangan untuk segera dicarikan solusi agar program dapat terealisasi dengan cepat.
Strategi yang dilakukan oleh BIN sesuai arahan Kepala BIN Budi Gunawan adalah mendatangi langsung atau "door to door" ke setiap rumah warga.
Hal itu dilakukan BIN untuk menyasar masyarakat atau daerah yang belum tersentuh oleh sentra vaksinasi, termasuk anak-anak sekolah.
Program vaksinasi juga dilaksanakan di permukiman kumuh, hingga ke daerah-daerah terpencil, terluar dan sulit dijangkau.
BIN menjalankan kebijakan bahwa hingga Desember 2022 maka target 25 juta vaksinasi untuk semua golongan bisa tercapai, ungkap Edmil.
Peran BIN dalam mempercepat penanganan COVID-19 menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Marcelino Pandin memang dibutuhkan di tengah kondisi yang sangat mendesak (extra ordinary).
Baca juga: Kemenkumham dan Badan Intelijen Negara gelar vaksinasi anak
Indonesia membutuhkan kesiapan organisasi semacam BIN yang punya kecepatan tinggi dalam mencapai daerah terpencil, selain TNI/Polri.
Selain kesiapan organisasi, BIN juga memiliki disposisi (sikap) yang sama terhadap vaksinasi mulai dari pimpinan puncak hingga ke daerah bahwa vaksin itu baik.
Selain itu, BIN juga memiliki sumber daya yang mampu memobilisasi, birokrasi yang pendek dan efisien sehingga mampu menggelar operasi vaksinasi dengan cepat.
Terakhir, BIN memiliki jaringan komunikasi yang luas dan mengakar ke tokoh-tokoh nasional dan lokal sehingga bisa menembus sekat-sekat sosial masyarakat dan mengatasi resistensi.
Inovasi
Inovasi terutama di bidang teknologi dalam penanganan COVID-19 juga menjadi hal penting serta menjadi perhatian BIN.
Seperti halnya dalam perang, teknologi sangat menentukan cepat lambatnya kemenangan.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BIN, Armi Susandi mengatakan BIN dalam waktu singkat bisa mengembangkan sistem informasi PREMISE (Prediksi Pandemi Virus COVID-19) bekerja sama dengan ITB.
PREMISE merupakan sistem informasi yang lengkap sekali dan satu-satunya di Indonesia untuk memprediksi COVID-19 secara digital, yang bisa menjangkau seluruh wilayah di Indonesia.
BIN juga membuat aplikasi untuk pengelolaan vaksin, yakni bernama CORVIS (COVID-19 Response and Prevention System).
Dengan teknologi ini (CORVIS) maka kapan vaksin akan kedaluwarsa dapat diketahui secara persis, vaksin apakah berkurang, mana prioritas vaksin untuk lansia dan anak-anak, sehingga petugas BIN jika akan melaksanakan vaksinasi akan lebih efektif berdasarkan data-data yang dimiliki.
Baca juga: Puan Maharani resmikan aplikasi TangkalCovid-19 buatan BIN
BIN juga memiliki laboratorium intelijen berskala besar satu-satunya di Indonesia dan menjadi gudangnya para ilmuwan.
Kata kuncinya, menurut Armi, BIN harus punya kemampuan, menguasai teknologi. Jika menggunakan bantuan luar negeri harus dengan syarat ada transfer pengetahuan agar tidak ketergantungan.
Guru Besar Universitas Trisakti sekaligus Tenaga Profesional Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Dadan Umar Daihani menekankan bahwa teknologi bukan sekedar perangkat dan peralatan, melainkan seluruh upaya manusia dalam mencari cara untuk menyelesaikan suatu masalah.
Riset adalah riset, tetapi saat implementasi perlu integrator yang mampu menghubungkan dunia penelitian dan dunia implementasi, di sini BIN memegang peranan yang sangat baik.
Kalau semua program, termasuk pengembangan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi diintegrasikan dengan baik seperti yang dilakukan BIN, maka kebijakan akan dapat diimplementasikan dengan baik dan tepat.
Meski bernilai besar dan mahal, namun investasi teknologi tidak akan pernah sia-sia. Bahkan mampu mengatasi ancaman musuh terhadap kedaulatan negara.
Ancaman ke depan akan lebih besar, termasuk ancaman biologi (virus).
Hal itu bisa diantisipasi jika menguasai teknologi, mempunyai sumber daya manusia, koordinasi yang baik, maka tidak akan tergantung pihak-pihak (negara) lain.
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2022