Ambon (ANTARA News) - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dikoordinir Noenik Triana SH, dalam sidang pengadilan Negeri Ambon, Maluku, Senin, menuntut Idiamin Tabrani Pattimura alias Ongen (34) hukuman mati karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme. "Sesuai fakta persidangan, keterangan para saksi ditambah alat bukti yang disita mengarah pada sinkronisasi antara Ongen selaku otak perencana dengan 11 tersangka lainnya yang melakukan penyerangan ke Villa Karaoke 14 Pebruari 2005 lalu," ungkap tim JPU. Rencana penyerangan Villa Karaoke sebagai pembalasan atas kematian Ismail Pellu yang ditembak mantan anggota Polda Maluku, Otis Layaba di kawasan Waitatiri ini bermula dari adanya acara tahlilan tujuh hari kematian Ismail. Dalam acara tahlilan itu, terdakwa lainnya Syamsudin alias Fatur alias Andi yang juga sudah dituntut hukuman mati dalam persidangan terpisah dengan Ongen Pattimura secara bersama-sama menyusun rencana pembalasan dengan sasaran Villa Karaoke yang diusulkan saksi lainnya Syarief Tarabubun (mantan anggota Polres Pulau Ambon). Terdakwa kemudian menyerahkan uang Rp150.000 kepada saksi Fatur untuk menyewa `speed boat` untuk mengangkut para penyerang ke daerah tujuan mereka pada malam tanggal 14 Pebruari 2005. Uang yang diberikan Ongen kepada Fatur merupakan sisa dana sumbangan dari saksi Tomi Srihandono yang sudah dituntut 11 tahun penjara dalam persidangan terpisah di mana sumbangannya sebesar Rp500.000 sebahagian besar dimanfaatkan untuk kepentingan acara tahlilan. "Terdakwa selain ikut merencanakan penyerangan dan penembakan Villa Karaoke, juga turut memberikan senjata diantaranya dua pucuk SKS dan dua pucuk M16, amunisi serta bom rakitan sehingga dijerat dengan pasal 6 Yo pasal 9 Yo pasal 14 Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme," kata JPU. Jaksa juga mengaku tidak menemukan alasan pembenar atau pemaaf atas kasus terdakwa termasuk tidak adanya hal-hal yang meringankan, sedangkan yang memberatkan Ongen dituntut hukuman mati karena perbuatannya telah mengakibatkan matinya orang lain, menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan di masyarakat serta bisa memancing konflik baru. Ketua majelis hakim kemudian menunda sidang selama satu minggu untuk mendengarkan pembacaan pembelaan (pleidoy) terdakwa dan penasihat hukumnya, Hamdani Laturua, Sh.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006