“Reformasi yang perlu kita pulihkan lebih kuat yaitu digitalisasi,” katanya dalam acara G20 terkait Digital Payment Innovation of Banking di Jakarta, Senin.
Oleh sebab itu, Perry mengatakan digitalisasi merupakan salah satu agenda utama dalam Finance Track meeting G20 dari total enam agenda.
Ia menjelaskan reformasi digitalisasi sistem pembayaran yang masih perlu diperkuat ini termasuk terkait memperluas kerja sama transaksi pembayaran lintas batas atau cross border.
Kemudian juga Open Application Programming Interface (API) lintas batas, Quick Response (QR) lintas batas serta mempersiapkan Central Bank Digital Currency (CBDC).
“Kita perlu bekerja sama untuk lintas batas pada sistem pembayaran. Namun tentunya dengan mempertimbangkan kepentingan nasional,” tegasnya.
Sejauh ini, Perry menjelaskan, inovasi sistem pembayaran Indonesia sudah mulai seiring Bank Indonesia mempublikasikan visi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 pada 2019.
Visi tersebut mengenai upaya dalam mengintegrasikan ekonomi dan keuangan digital Indonesia dari digital banking, financial technology (fintech) dan e-commerce melalui digitalisasi sistem pembayaran.
“Ini bagaimana memastikan integrasi kerjasama antara perbankan, pembayaran dan e-commerce untuk melayani kebutuhan masyarakat dan pembayaran ritel,” ujarnya.
Menurutnya, beberapa reformasi digitalisasi pada sistem pembayaran telah membantu melayani masyarakat di tengah pandemi COVID-19 yang mobilitasnya sangat dibatasi.
“Ketika COVID-19 membatasi mobilitas, maka digitalisasi ekonomi kita dan bisnis keuangan sistem pembayaran kini melayani ekonomi dan pemulihan dengan baik,” jelasnya.
Baca juga: Pandemi dorong peningkatan penggunaan pembayaran digital
Baca juga: BI nilai QRIS jadi "game changer" percepat adaptasi ekonomi digital
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022