Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI bersama organisasi profesi mendorong peningkatan cakupan pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) untuk mengeliminasi penyakit Tuberkulosis di Indonesia.
"Untuk mengatasi rendahnya cakupan TPT, saya mengharapkan dukungan dan peran serta semua pihak, termasuk anggota organisasi profesi kesehatan dalam memberikan sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya TPT kepada segenap anggota masing-masing dan kepada seluruh masyarakat," kata Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Baca juga: Pakar: Tuberkulosis di Indonesia harus ditangani bersama
Dante mengatakan pemberian TPT merupakan salah satu upaya penting dalam eliminasi TBC tahun 2030 di Indonesia yang perlu didukung organisasi profesi, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI).
Dalam agenda lokakarya virtual pada Kamis (10/2) dengan tema Expanding Access to TB Preventive Treatment (TPT) for household contact and PLHIV diungkap bahwa TBC masih menjadi masalah kesehatan dan menempati peringkat sepuluh teratas penyebab kematian di dunia.
Berdasarkan Global TB Report WHO 2021, Indonesia merupakan negara dengan beban TBC tertinggi ketiga di dunia. Diestimasikan terdapat 824.000 kasus TBC baru pada 2020 dengan angka kematian mencapai 93.000 kasus atau setara dengan 11 kematian per jam.
Dalam acara itu juga diungkap bahwa tidak semua orang yang terinfeksi kuman TBC akan mengalami gejala sakit TBC. Kondisi ini disebut dengan infeksi laten tuberkulosis (ILTB).
Baca juga: Menko PMK khawatirkan tingginya kasus TBC berisiko tulari anak-anak
Infeksi Tuberkulosis adalah keadaan saat sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak mampu mengeliminasi bakteri Mycobaterium tuberculosis dari tubuh secara sempurna, tetapi mampu mengendalikan bakteri TBC, sehingga tidak timbul gejala sakit TBC.
Oleh sebab itu, mereka dengan kondisi ini perlu mendapatkan TPT untuk mencegah sakit TBC, terutama bagi kelompok berisiko seperti kontak serumah dan orang dengan HIV (ODHIV).
Berdasarkan laporan Kemenkes RI pada 2021 disebutkan bahwa capaian pemberian TPT pada ODHIV hanya sebesar 5 persen, sedangkan capaian pada kontak serumah sebesar 0,2 persen. Capaian ini masih jauh dari target cakupan TPT nasional, yaitu sebesar 40 persen pada ODHIV dan 29 persen pada kontak serumah.
Salah satu tantangan dalam pemberian TPT, yaitu masih ada keraguan petugas kesehatan termasuk dokter dalam memberikan TPT bagi populasi berisiko.
Baca juga: Kemenkes ajak masyarakat cegah TBC dengan berolahraga
Baca juga: Mengenal TBC resisten obat dan kendala penanganan
Dalam agenda lokakarya tersebut Direktur Eksekutif Yayasan KNCV Indonesia Jhon Sugiharto mengatakan bahwa pemberian TPT bagi populasi berisiko dapat mendukung dalam penurunan insiden kasus TBC.
”Capaian TPT 2021 masih jauh di bawah target. Padahal, penggunaan TPT dapat berkontribusi dalam upaya eliminasi TBC di negara dengan beban TBC tinggi, seperti Indonesia. Yayasan KNCV Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan memberikan perbantuan teknis dalam mendukung perluasan implementasi TPT di 34 provinsi,” ujarnya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022