"Saya sudah lapor ke Kapolri, yang perlu ditindak bukan hanya Playboy, tapi berbagai tabloid bisa diambil tindakan berdasarkan pasal itu. Jadi yang dikedepankan adalah UU pidana. Kalau pidana, tentu kalau sudah terjadi baru bisa dihukum," kata Sofyan
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Sofyan Djalil menyarankan agar Kapolri mengambil tindakan pidana jika majalah Playboy versi Indonesia benar-benar beredar Maret mendatang. "Saya sarankan pada Kapolri untuk ambil tindakan pidana. Kapolri juga akan mengambil tindakan hukum terhadap berbagai tabloid lainnya yang selama ini beredar. Saya pikir Playboy akan berfikir dua kali untuk beredar di Indonesia," kata Sofyan ketika ditemui di kantor Presiden Jakarta, Senin. Menurut Sofyan, UU yang bisa digunakan untuk melarang kehadiran majalah porno tersebut saat ini memang belum ada, tetapi bisa dijerat dengan UU pidana kalau merupakan bagian dari mendistribusi, menyiarkan gambar cabul berdasarkan pasal 282/283 KUHP. "Saya sudah lapor ke Kapolri, yang perlu ditindak bukan hanya Playboy, tapi berbagai tabloid bisa diambil tindakan berdasarkan pasal itu. Jadi yang dikedepankan adalah UU pidana. Kalau pidana, tentu kalau sudah terjadi baru bisa dihukum," katanya. Sofyan juga menegaskan bahwa UU Pers hanya bisa melindungi kebebasan pers, tapi tidak bisa menyediakan proses hukumnya. "Tapi banyak anggota Dewan Pers yang mengatakan masalah Playboy bukan pers tapi industri pornografi, maka harus diatasi dengan KUHP," katanya menambahkan. Mengenai siaran asing di Indonesia, Sofyan mengatakan bahwa berdasarkan UU, siaran asing tersebut harus dibatasi dan boleh disiarkan setelah diedit lebih dulu di Indonesia, sehingga tidak boleh ada siaran langsung. "Tidak boleh disiarkan langsung. Jadi misalnya seperti CNN, masuk down link kemudian diedit sebelum kemdian di-uplink. Ada delay policy, menunda barang beberapa detik sehingga bisa disensor," katanya. Sofyan mencontohkan bahwa di AS tidak boleh siaran langsung setelah kasus penyanyi Janet Jackson yang kutangnya melorot saat menyanyi di panggung. "Kalau ada yang tidak beres dipotong langsung. Bukan pemerintah yang sensor tapi masing-masing bertanggung jawab. Ini berlaku di mana-mana, cuma di Indonesia selama ini tidak berlaku," katanya. Sensor terhadap siaran asing tersebut, menurut Sofyan, sangat diperlukan jika tidak ingin Indonesia dirugikan seperti yang pernah terjadi adanya berita di National Geographic yang menyebutkan bahwa ada salah satu propinsi yang merupakan jajahan Indonesia. Menurut Sofyan, saat ini ada tiga kategori siaran yang harus disensor, yaitu warta berita, pertunjukan yang melanggar susila, dan olahraga yang menampilkan kekerasan (sadis).(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006