"Majelis hakim seharusnya memastikan keluarga korban dan saksi mendapatkan putusan yang memenuhi rasa keadilan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman, serta Pasal 3 ayat (2), Pasal 5, dan Pasal 7 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM RI Hairansyah dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Untuk memberikan putusan yang berkeadilan itu, Hairansyah mengatakan pihaknya memberikan "amicus curiae" (sahabat pengadilan) yang dapat dipertimbangkan majelis hakim, yaitu pendapat dalam proses peradilan berdasarkan data, fakta, dan informasi yang diperoleh Komnas HAM melalui serangkaian pemeriksaan dan penyelidikan untuk menindaklanjuti pengaduan atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Jurkani.
"Amicus curiae" itu di antaranya adalah Komnas HAM menduga kuat peristiwa penyerangan yang mengakibatkan luka dan berujung kematian terhadap Jurkani dilatarbelakangi oleh profesinya sebagai advokat yang mengungkap serta menghalangi praktik penambangan tanpa izin, terutama saat menjadi kuasa hukum PT Anzawara.
Baca juga: Komnas HAM duga kuat penyerangan Jurkani sudah ditargetkan
Kedua, Komnas HAM menilai peristiwa penyerangan bukanlah akibat spontanitas ataupun dipicu kondisi pelaku yang berada dalam pengaruh minuman beralkohol, melainkan sebuah serangan terpilih, terencana, dan melibatkan lebih dari 10 orang pelaku yang menggunakan lebih dari satu mobil.
Ketiga, sebagaimana yang ada dalam bukti rekaman video dan keterangan saksi yang didapatkan Komnas HAM, diketahui bahwa mobil pelaku utama penghadangan mobil korban adalah mobil fortuner hitam DK 1773 DQ, bukan DA 7974 ZB.
Keempat, Komnas HAM mengingatkan bahwa serangan terhadap Jurkani yang berstatus sebagai penegak hukum, bebas, dan mandiri telah dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan sebagaimana Pasal 5 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan bentuk serangan terhadap pembela HAM sebagaimana dijamin dalam Pasal 100 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kelima, Komnas HAM menilai penyerangan yang menyebabkan luka terhadap Jurkani merupakan pelanggaran hak asasi manusia terhadap hak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sebagaimana dijamin Pasal 30 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Baca juga: Komnas HAM terima aduan penganiayaan advokat di Kalsel terkait tambang
Keenam, penyerangan terhadap Jurkani merupakan upaya untuk merintangi penegakan hukum di Indonesia, terutama perihal pemberantasan pertambangan ilegal sebagaimana dijamin dalam Pasal 108 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Yang terakhir, penanganan perkara Jurkani masih menyisakan persoalan fakta-fakta, seperti jumlah pelaku yang terlibat, motif pelaku, mobil pelaku, bukti video, dan keterangan saksi.
"Persoalan ini berpotensi mencederai semangat penegakan hukum dan rasa keadilan di masyarakat serta turut melanggar hak memperoleh keadilan di hadapan hukum bagi para korban dan saksi sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan ditegaskan pada Pasal 3 Ayat (2), Pasal 5, dan Pasal 7 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," jelas Hairansyah.
Oleh karena itu, ujar Hairansyah melanjutkan, Komnas HAM RI meminta Majelis Hakim untuk melakukan pemeriksaan atau persidangan secara objektif dan mempertimbangkan fakta-fakta yang disampaikan oleh saksi-saksi.
Baca juga: LPSK dorong kelanjutan proses hukum penganiayaan advokat di Kalsel
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022