Investor khawatir bahwa inflasi panas akan mendorong langkah kebijakan yang lebih agresif dari Federal Reserve. Sementara itu, investor juga khawatir tentang ketegangan Rusia-Ukraina.

New York (ANTARA) - Saham-saham AS turun tajam pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), karena aksi jual besar-besaran di Wall Street berlanjut di tengah meningkatnya kekhawatiran atas ketegangan Ukraina dan Rusia, serta spekulasi kenaikan suku bunga agresif Federal Reserve.

Indeks Dow Jones Industrial Average merosot 503,53 poin atau 1,43 persen, menjadi menetap di 34.738,06 poin. Indeks S&P 500 terperosok 85,44 poin atau 1,90 persen, menjadi berakhir di 4.418,64 poin. Indeks Komposit Nasdaq anjlok 394,49 poin atau 2,78 persen, menjadi ditutup di 13.791,15 poin.

Sembilan dari 11 sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah, dengan sektor teknologi dan konsumen non-primer masing-masing jatuh 3,01 persen dan 2,82 persen memimpin kerugian. Sementara itu, sektor energi dan utilitas masing-masing naik 2,79 persen dan 0,01 persen, hanya dua kelompok yang naik.

Baca juga: Wall St jatuh terseret kekhawatiran kenaikan suku bunga agresif Fed

Penurunan tajam Jumat (11/2/2022) mengikuti kemunduran besar di Wall Street, yang membuat Dow jatuh 526 poin pada Kamis (10/1/2022), karena pembacaan inflasi AS yang lebih panas dari perkiraan membuat pasar terkesima.

Indeks harga konsumen AS untuk Januari tumbuh 7,5 persen secara tahun ke tahun, Departemen Tenaga Kerja melaporkan pada Kamis (10/2/2022), lebih tinggi dari konsensus perkiraan pasar 7,3 persen, dan tertinggi sejak 1982.

Investor khawatir bahwa inflasi panas akan mendorong langkah kebijakan yang lebih agresif dari Federal Reserve. Sementara itu, investor juga khawatir tentang ketegangan Rusia-Ukraina.

Baca juga: Saham Inggris berbalik melemah, indeks FTSE 100 tergerus 0,15 persen

Kekhawatiran itu meningkat setelah Presiden Federal Reserve St. Louis James Bullard mengatakan kepada Bloomberg bahwa dia menginginkan persentase penuh kenaikan suku bunga selama tiga pertemuan kebijakan bank sentral berikutnya.

"Dengan mendorong harga energi lebih tinggi, invasi Rusia kemungkinan akan memperburuk inflasi dan melipatgandakan tekanan pada The Fed untuk menaikkan suku bunga," kata Bill Adams, kepala ekonom untuk Comerica Bank.


"Dari perspektif The Fed, efek inflasi dari invasi Rusia dan harga energi yang lebih tinggi kemungkinan akan lebih besar daripada implikasi negatif kejutan untuk pertumbuhan global."

Ketika ketidakpastian di perbatasan Rusia-Ukraina terus berkembang, upaya diplomatik intensif sedang dilakukan, yang bertujuan untuk menyelesaikan ketegangan melalui penyelesaian damai.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022