"Wartawan tentu saja tidak ada salahnya, bahkan harus juga, bersinergi dengan pengelola media jejaring sosial. Ini akan dapat memperingatkan orang-orang yang selama ini suka menjadi backing harus tahu diri bahwa mereka diawasi oleh semua pihak, termasuk anggota masyarakat secara langsung," ujarnya dalam bedah kasus kode etik jurnalistik dan buka puasa bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Aula TVRI Jakarta, Selasa.
Dahlan mengemukakan, pengelola media jejaring sosial seperti Iwan Piliang yang sempat mengadakan wawancara dengan mantan bendahara umum Partai Demokrat, M. Nazaruddin, tentu saja dapat bersinergi dengan media massa arus utama (mainstream).
"Sinergi pers dengan masyarakat tentunya ampuh untuk membela kebenaran publik," kata Dahlan, yang juga Direktur Utama PT PLN (Persero).
Pendiri Jawa Pos News Network (JPNN) tersebut menilai, sejauh ini pemberitaan pers berkaitan dengan pengungkapan kasus korupsi dan pembelaan kepada masyarakat yang menjadi korban ketidakadilan masih berada dalam tataran kode etik jurnalistik.
"Hal terpenting adalah pers harus punya fakta yang akurat dan melakukan verifikasi, Kalaupun ada pihak-pihak yang tersinggung dan keberatan, ya inilah risiko profesi kewartawanan. Rakyat akan membela pers yang ungkapkan kebenaran," demikian Dahlan Iskan.
Sementara itu, Arswendo Atmowiloto selaku nara sumber diskusi mengemukakan bahwa dewasa ini semakin memperlihatkan bahwa informasi menyangkut faktor kebenaran untuk kepentingan masyarakat lebih mudah diakses sekaligus dikomentari oleh siapa pun.
"Semuanya jadi simultan atau serentak, dan interaksinya jadi stimulan atau menciptakan rangsangan semua orang bisa berkomentar," ujar praktisi media ini.
Ia pun mengemukakan, kesetaraan berinformasi ini bisa menimbulkan masalah karena belum semua kalangan siap menerima perbedaan pendapat.
"Buat kalangan yang merasa di atas sangat tidak mudah menerima gaya penyampaian pendapat dari kalangan yang dinilainya di bawah, dan juga sebaliknya. Di sinilah pers, wartawan, punya peran penting. Profesionalisme wartawan di sinilah berperan," ujarnya.
Arswensdo menilai, kode etik jurnalistik dari dulu prinsip dasarnya sama dan sudah baku, antara lain bertujuan membela kepentingan publik, kebenaran atas dasar fakta, akurasi dan diverifikasi.
"Pers tidak usah takut, dan jangan mau diatur-atur atau malah ditakut-takuti pihak lain. Situasi dan zaman bisa bergeser, otoriter atau libertarian. Pers yang penting ya membela rakyat," katanya menambahkan.
(T.R009/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011