Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Negara Republik Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan profesionalisme dan kepekaan terhadap hak asasi manusia (HAM) pada setiap anggota kepolisian melalui pendidikan dan pelatihan.

Komitmen ini disampaikan Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono, membacakan sambutan Kapolri dalam Konferensi Internasional Penerapan Prinsip-Prinsip HAM untuk Memperkuat Profesionalisme dan Akuntabilitas Polri diselenggarakan secara bersama-sama oleh Kompolnas, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman RI, LPSK, KPAI, dan Kedutaan Besar Uni Eropa untuk Indonesia secara virtual dan langsung di Jakarta, Kamis.

“Saya menegaskan komitmen Polri ke depan untuk terus, yang pertama, menjaga dan mengemban amanat reformasi Polri yang semakin profesional, akuntabel dan menjunjung tinggi hak asasi manusia,” kata Gatot.

Gatot menyebutkan, nilai-nilai dan prinsip HAM adalah salah satu pilar utama sistem pemerintahan demokratis yang harus dijunjung, dihormati dan dilindungi negara hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan perlindungan harkat martabat dan hakekat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Baca juga: Polri perkuat sosialisasi dan efek jera cegah penipuan investasi

Polri, kata dia, menyadari dan memahami sepenuhnya bahwa pada kisi-kisi lompatan perubahan yang terjadi di era globalisasi ada celah transisi yang saling beririsan. Di satu sisi lompatan perubahan menimbulkan gejolak gangguan keamanan termasuk kejahatan dimensi terbarukan yang melanggar hak-hak warga sehingga Polri harus melakukan kewenangannya sebagai perpanjangan tangan negara dalam mewujudkan stabilitas keamanan, namun di sisi lain Polri juga harus menjalankan tugasnya dengan tetap memegang teguh pada koridor-koridor yang menghormati HAM.

“Sejak reformasi 1998, penghormatan HAM menjadi prioritas utama negara,” katanya.

Ia menjelaskan, butir penghormatan HAM hadir dalam konstitusi negara Indonesia dan UUD 1945 Pasal 28 A sampai dengan 28 J, dan semakin ditegaskan dengan lahirnya UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.

Undang-undang tersebut menarasikan jaminan hak fundamental terkait hak hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak beragama, hak atas kesejahteraan, hak atas kebebasan pribadi, hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, hak untuk tidak disiksa, hak untuk tidak diperbudak, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

Berbagai dokumen ketatanegaraan tersebut, lanjut Gatot, bukan hanya menjadi sumber hukum menjadi jaminan hak hak asasi manusia, di mana melekat kewajiban setiap orang untuk menghormati hak hak orang lain dalam menjalankan hak dan kewajiban serta tertib dalam berkehidupan bermasyarakat dan bernegara.

“Namun, juga melekat juga bagi setiap lembaga-lembaga negara untuk menjamin, menghormati dan menegakkannya, tidak terkecuali oleh Polri,” ujarnya.

Gatot melanjutkan, Polri menjalankan perannya dalam sistem demokrasi, menjamin amanat reformasi yang memastikan dihormatinya HAM setiap warga negara yang disisi bersamaan dilakukan oleh Polri yang mewakili hadirnya pengaturan, pembatasan dan pengenaan wewenang negara terhadap individu.

Sebagai bagian dan tanggungjawab untuk menjalankan amanat reformasi tersebut, prinsip HAM secara general telah diadopsi dalm Undan-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, yang pada intinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya Polri berkewajiban menghormati dan melindungi HAM.

“Bahkan jauh sebelum UU ini hadir, KUHAP telah lebih dahulu menghormati prinsip-prinsip HAM dan semuanya itu dipatuhi oleh Polri,” terangnya.

Secara khusus, kata dia, Polri telah menerbitkan peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

Peraturan Kapolri ini semakin mendorong implementasi pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia dengan menggunakan prinsip-prinsip yang diadili secara adil. Di dalamnya juga telah diatur dalam Pasal 5 ayat 1 angka G-B, ihwal bahwa untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan kejam dan merendahkan martabat sehingga inisiatif kerja sama untuk pencegahan penyiksaan yang menjadi konsern konversi internasional ini bagi Polri justru merupakan pengingat bersama untuk terus memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat yang tanpa kekerasan, tanpa penyiksaan.

Baca juga: Kapolri : Pers garda terdepan jaga optimisme di masa pandemi

Selain itu, lanjut Gatot, perkap tersebut telah mengatur cara bertindak bagi petugas penegak hukum Polri dalam melaksanakan tugasnya yang harus memenuhi standar perilaku baik dalam tindakan umum kepolisian, penyelidikan, pemanggilan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan dan lain sebagainya.

Polri juga telah menyusun Perkap Nomor 1 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan oleh anggota Polri dalam melaksanakan tindakan kepolisian sebagai penggunaan kekuatan dalam level-level tertentu dilakukan secara pasif, aktif maupun agresif.

“Penggunaan kekuatan senjata api, pengaturan tembakan peringatan dan melumpuhkan dalam situasi yang darurat,” terangnya.

Gatot menambahkan, dalam upaya kepekaan terhadap HAM, Polri tidak hanya berhenti sampai di situ. Korps Bhayangkara juga senantiasa berbenah di segala lini, baik pada aspek kultural, instrumental dan struktural dengan mencermati perubahan di tengah masyarakat.

“Jalannya perubahan Polri semakin adaptif dan fleksibel, menjawab tantangan tugas yang semakin diakselerasi oleh Bapak Kapolri melalui tagline mewujudkan Polri yang Presisi,” kata Gatot.

Polri yang Presisi merupakan Polri yang prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan. Dijabarkan dalam empat transformasi, yaitu transformasi organisais, transformasi operasional, trasnformasi pelayanan publik dan transformasi pengawasan.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022