Jakarta (ANTARA) - Profesor dan Kepala Energi The Australian National University Frank Jotzo menyatakan investasi dalam energi bersih bukan merupakan rem ekonomi melainkan sebagai motor pertumbuhan ekonomi.
“Investasi dalam energi bersih semakin dipahami bukan sebagai rem ekonomi tetapi sebagai motor pertumbuhan ekonomi,” katanya dalam T20 Indonesia 2022 di Jakarta, Kamis.
Jotzo menegaskan tidak ada konflik antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan karena justru energi bersih akan mendorong pertumbuhan yang inklusif.
Sebagai contoh, biaya teknologi bersih dulunya jauh lebih tinggi daripada teknologi konvensional namun sekarang sudah turun karena adanya adaptasi dengan kemajuan teknologi.
“Contoh pola dasarnya adalah energi surya, panel surya, energi fotovoltaik. Kami melihat masih ada penurunan biaya,” ujarnya.
Terlebih lagi, Jotzo menuturkan energi bersih yang terjangkau merupakan faktor kunci yang akan memungkinkan dunia untuk mencapai hasil mitigasi perubahan iklim yang lebih cepat.
Energi bersih yang terjangkau ini mendorong transisi energi seperti transisi ke industri rendah karbon dan transportasi sehingga berpotensi membawa manfaat pembangunan untuk elektrifikasi bagi daerah terpencil.
“Saat ini sektor swasta semakin melihat peluang bisnis dalam transisi rendah karbon,” katanya.
Ia menambahkan, pemerintah pun memiliki peran yang sangat penting untuk memfasilitasi perubahan ini melalui kebijakan termasuk penetapan harga karbon dan memberhentikan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
“Pemerintah kita perlu memberikan kepercayaan kepada bisnis dan masyarakat bahwa dunia dan setiap negara akan menuju ke arah emisi rendah karbon,” tegasnya.
Baca juga: Setiap 1 megawatt pembangkit energi bersih butuh 30 tenaga kerja
Baca juga: Indonesia ajak forum G20 capai kesepakatan percepat transisi energi
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022