Jakarta (ANTARA) - PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia selaku pengembang vaksin Merah Putih bersama Universitas Airlangga berharap dapat memproduksi vaksin untuk COVID-19 itu secara massal pada Agustus 2022.
"Mulai Agustus (2022) kita mulai rilis produk secara massal," ujar Direktur Utama PT Biotis Pharmaceuticals FX Sudirman di Kantor MUI Jakarta, Kamis.
Sudirman mengatakan uji praklinik vaksin Merah Putih menunjukkan efisiensi tinggi dan saat ini tengah dilakukan uji klinik tahap pertama untuk memeriksa keamanan dan manfaat vaksin tersebut.
Baca juga: Produksi vaksin Merah Putih ditargetkan capai 240 juta dosis per tahun
Pada tahap pertama uji klinis menyasar 90 orang. Sementara pada fase kedua akan menyasar sekitar 400 orang untuk imunogenitas vaksin dan uji klinik tahap ketiga untuk menguji efikasi vaksin akan melibatkan sekitar 3.000 orang.
Pada tahap ketiga ini juga akan diketahui apakah vaksin dapat digunakan sebagai vaksin penguat maupun vaksin primer.
"Terkait dengan penggunaan, pemerintah mengalokasikan vaksin Merah Putih untuk beberapa target dan dapat memenuhi vaksin primer dan vaksin booster, baik pada dewasa, remaja, dan anak-anak," kata dia.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan vaksin Merah Putih direncanakan dapat digunakan untuk vaksin donasi internasional dengan tujuan di beberapa negara di Benua Afrika.
"Karena penetrasi distribusi vaksin di Afrika agak lambat. Banyak donasi vaksin berbentuk Moderna dan Pfizer yang membutuhkan logistik dengan suhu yang cukup tinggi minus 25 hingga minus 28 derajat celsius," kata dia.
Budi menegaskan Presiden Jokowi telah setuju menggunakan vaksin Merah Putih sebagai donasi Indonesia untuk negara-negara di luar negeri. "Jadi, tak hanya dipakai secara lokal di Indonesia saja, tapi juga internasional," katanya.
Baca juga: MUI: Vaksin Merah Putih Unair sudah kantongi sertifikat halal
Baca juga: Relawan uji klinik vaksin Merah Putih akan disuntik dua dosis vaksin
Kendati demikian, lanjut Menkes, yang dibutuhkan saat ini adalah proses registrasi di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk uji klinis dan booster. Selanjutnya, registrasi tersebut juga dibutuhkan untuk bisa digunakan sebagai donasi ke Afrika.
"Harus dipastikan kelas vaksin ini di level internasional (jadi tidak uji klinis saja), tapi juga melakukan publikasi riset internasional sebanyak mungkin tentang vaksin, sehingga bisa dilihat peneliti dunia," kata dia.
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022