Sebanyak 22 orang ini merupakan bagian dari 357 orang KTML yang berhasil diidentifikasi LPSK.

Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyerahkan kompensasi sebesar Rp3,4 miliar bagi 22 orang korban terorisme masa lalu (KTML) yang berdomisili di wilayah Jawa Tengah (Jateng) dan sekitarnya pada awal tahun ini.

Penyerahan kompensasi dengan nominal tepatnya Rp3.425.000.000 tersebut dilakukan oleh Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo bersama Gubernur Jateng Ganjar Pranowo bertempat di Kantor Pemerintah Provinsi Jateng pada Rabu.

"Sebanyak 22 orang ini merupakan bagian dari 357 orang KTML yang berhasil diidentifikasi LPSK bersama BNPT dan dinyatakan memenuhi syarat untuk menerima kompensasi," kata Hasto.

Secara umum, terdapat 357 korban berasal dari 57 peristiwa terorisme masa lalu yang tersebar di 19 provinsi se-Indonesia serta WNA dan WNI yang tinggal di Amerika Serikat, Jerman, Australia, Kanada, dan Belanda.

Khusus untuk 22 korban yang diserahkan kompensasinya kali ini ialah korban langsung maupun ahli waris dari korban meninggal dunia.

Mereka merupakan dua korban luka berat dari peristiwa penembakan anggota Polri di Poso dan peristiwa di Gereja Bethel Injil Sepuh (GBIS) Solo, tujuh korban luka sedang dari peristiwa di GBIS Solo, dan enam korban luka ringan dari peristiwa yang sama.

Kemudian termasuk pula tujuh ahli waris dari korban meninggal dunia peristiwa Bom Bali II, Kedubes Australia, JW Marriot, penembakan Mapolsek Prembun Kebumen, penembakan Polsek Kentengrejo Purworejo dan bom Kafe Bukit Sampoddo, Palopo.

"Total nilai kompensasi untuk 355 orang korban sebesar Rp59.220.000.000 yang telah dibayarkan. Sedangkan untuk dua orang lagi akan dirampungkan pada awal 2022," ujar Hasto.

Menurut dia, penyerahan kompensasi tersebut merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 dan PP Nomor 35 Tahun 2020. Sejak undang-undang itu lahir, seluruh korban terorisme merupakan tanggung jawab negara.

Ia menjelaskan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 merupakan regulasi yang progresif dan menunjukkan keberpihakan terhadap para korban terorisme.

Lebih jauh, salah satu hal istimewa dari undang-undang itu ialah munculnya terobosan hukum yang membuka kesempatan bagi korban terorisme masa lalu untuk mendapatkan kompensasi tanpa melalui jalur pengadilan.

Senada dengan itu, Wakil Ketua LPSK Susilaningtias berharap kompensasi yang dibayarkan dapat digunakan untuk memulihkan kehidupan sosial ekonomi para korban.

Ke depan, LPSK terus membangun sinergi dengan kementerian dan lembaga terkait termasuk Pemerintah Provinsi Jateng agar korban yang mendapatkan kompensasi diberikan pendampingan melalui berbagai kegiatan pembekalan serta pelatihan kewirausahaan.

"Kompensasi diharapkan dapat dimanfaatkan secara bijaksana dan tidak konsumtif," ujarnya.

LPSK juga siap bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk membangun program (pembekalan dan pelatihan kewirausahaan) itu.

Selain itu, Susi juga memberikan penghargaan yang tinggi kepada Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) yang mana selama dua tahun terakhir bersama LPSK melakukan asesmen medis untuk menentukan derajat luka yang dialami para korban sebagai pijakan menentukan nilai kompensasi.

Derajat luka dimaksud, ujar Susi, terdiri dari luka ringan senilai Rp75 juta, derajat luka sedang Rp115 juta, dan derajat luka berat Rp210 juta. Sementara untuk ahli waris korban meninggal dunia sebesar Rp250 juta.
Baca juga: Anggota DPR harap pembayaran kompensasi korban terorisme dipercepat
Baca juga: LPSK jamin bayar kompensasi 413 korban terorisme tuntas akhir tahun

"Nilai tersebut sesuai izin prinsip yang dikeluarkan Kementerian Keuangan bagi korban terorisme masa lalu," katanya pula.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022