Yogyakarta (ANTARA News) - Puisi bukan hanya sekadar permainan diksi, semiotika, dan metafora, tetapi sudah menjadi media kritik sosial yang efektif, kata penyair Evi Idawati.

"Oleh karena itu, puisi harus dibawa ke ruang yang lebih luas dan diapresiasi lebih tinggi," katanya pada bedah buku antologi puisi `Kusimpan Kau dalam Puisi` karya para mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, segala sesuatu memiliki misteri, dan puisi adalah misteri itu. Puisi dapat mengidentifikasi problem bangsa, membawanya ke ruang yang nyata dan memberi pencerahan bagi semua.

Editor buku "Kusimpan Kau dalam Puisi", Ahmad Sahide mengatakan, prihatin terhadap rendahnya budaya menulis di kalangan kaum muda. Saat ini memang banyak sekali "penulis", tetapi mereka hanya menulis status di jaringan sosial.

"Menulis buku, meskipun hanya berupa kumpulan puisi seperti itu lebih mulia rasanya daripada hanya menulis status di-`facebook`," kata Direktur Kelompok Belajar Menulis (KBM) ini.

Menurut dia, buku kumpulan puisi tersebut merupakan bentuk ekspresi kegelisahan, pencarian, dan kritik sosial generasi muda dalam bentuk karya sastra.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UMY Adde Ma`ruf Wirasenjaya mengatakan buku kumpulan puisi itu sebagian besar didominasi tema-tema solidaritas dan kesepian.

"Mungkin karena penulisnya sebagian besar adalah aktivis kamar. Beberapa puisi di buku itu juga terkesan `picisan`, dan terlalu sentimentil," katanya.

Buku "Kusimpan Kau dalam Puisi" merupakan kumpulan puisi karya 10 mahasiswa UMY. Buku terbitan The Phinisi Pers itu memuat 96 judul puisi.

Buku tersebut mengekspresikan kegelisahan, pencarian maupun kritik sosial para mahasiswa itu yang diungkapkan dalam bentuk puisi.(*)

(L.B015*H010/M008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011