Dorongan disahkan nya regulasi hak cipta jurnalistik menjadi salah satu usulan yang dikemukakan dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2022 yang digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
"Kami serahkan kepada PWI dan Dewan Pers agar regulasi itu segera bisa kita selesaikan. Saya akan dorong terus setelah nanti pilihannya sudah ditentukan. Apakah UU baru, revisi UU lama, atau memakai PP," kata Presiden dalam Puncak Peringatan Hari Pers Nasional secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Rabu.
Presiden menawarkan tiga opsi mengenai regulasi publisher rights, yaitu dengan merancang Undang-Undang baru, merevisi undang-undang terkait industri media yang sudah ada, atau paling cepat menerbitkan peraturan pemerintah (PP).
Menurut Presiden, ekosistem industri pers harus ditata agar terciptanya iklim kompetisi yang lebih seimbang di antara media-media arus utama dengan platform digital asing.
Kepala Negara juga menekankan pers harus mampu memperbaiki kelemahan sambil melanjutkan agenda-agenda besar bangsa, sehingga tetap mampu berselancar di tengah perubahan dan era transformasi digital.
Transformasi digital dalam ekosistem industri pers diperlukan untuk menghasilkan karya-karya jurnalistik yang berkualitas, lebih cepat dan tetap akurat.
Dalam dua tahun terakhir, industri pers dinilai mengalami tekanan akibat disrupsi digital. Selain karena pandemi, juga adanya tekanan dari platform media raksasa asing yang berakibat menggerus potensi ekonomi dan pengaruh media arus utama.
Akibat persaingan media, berbagai persoalan pun tumbuh, yakni munculnya sumber-sumber informasi alternatif selain dari media yang berpotensi menimbulkan kebingungan atau disinformasi kepada masyarakat.
"Tumbuh suburnya tren informasi yang semata mengejar 'klik' atau 'views', membanjiri konten-konten yang hanya mengejar viral, masif nya informasi yang menyesatkan bahkan adu domba sehingga menimbulkan kebingungan dan bahkan perpecahan," kata Presiden.
Oleh karena itu, Presiden meminta kedaulatan informasi harus diwujudkan bersama-sama.
Baca juga: Presiden tawarkan regulasi "publisher rights" berbentuk UU hingga PP
Baca juga: Dewan Pers: Dibutuhkan "publisher rights" atasi feodalisme digital
Caranya adalah dengan memperkuat ekosistem industri pers nasional yang sehat, membangun dan memperkuat platform nasional periklanan, serta menciptakan platform video nasional agar tidak sepenuhnya tergantung pada platform video-video asing.
Sementara itu, Ketua Umum PWI Pusat Atal Sembiring Depari menyampaikan rancangan regulasi publisher right sudah diserahkan kepada pemerintah sejak Oktober 2021.
"Kami sangat membutuhkan dan sesuai janji kami kepada Bapak Presiden pada tahun lalu, Alhamdulillah sudah kami susun dan kami serahkan pada bulan Oktober tahun lalu (daftar regulasi publisher rights). Memang jelasnya belum sempurna namun sekarang bola di tangan pemerintah," kata Atal di Kendari, Rabu.
Atal berharap draf regulasi tersebut bisa segera ditindaklanjuti karena tinggal menunggu langkah lanjut dari pemerintah.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pers M. Nuh turut menyinggung gempuran digital oleh digital platform global yang dinilai berpotensi menjadi digital feodalisme atau penjajahan digital.
Baca juga: PWI minta Presiden instruksikan kementerian proses "publisher rights"
"Sebagai makhluk digital, dia bisa masuk ke mana pun, termasuk ke dunia pers. Oleh karena itu, dunia pers memerlukan payung hukum untuk melindungi dirinya- Publisher Right," kata M. Nuh.
M. Nuh menambahkan bahwa draf publisher rights sudah diserahkan langsung kepada Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate. Ia optimistis payung hukum insan pers tersebut segera diterbitkan.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022