Anis dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, mengatakan pihaknya mengapresiasi pekerjaan BPKP yang sangat baik dan jumlah pengawasannya sangat banyak.
"Namun, di sisi lain, kita juga prihatin karena anggarannya sedikit. Temuan-temuannya juga bagus sebagai koreksi, evaluasi, masukan untuk pemerintah dan kita semua sebagai lembaga yang bertugas mengawasi bagaimana pemerintah menjalankan amanatnya," ungkapnya.
Anis menyoroti paparan BPKP yang menjelaskan evaluasi atas 18 pemda yang menunjukkan sebesar 27,79 persen belanja pemda tidak efektif dan tidak efisien, berpotensi tidak berdampak dan tidak relevan belanjanya. Sebesar 1,86 persen efektif, namun tidak efisien.
Selain itu, ujar dia, BPKP juga menyampaikan sebanyak 80,81 persen program pemda dirancang tidak tepat, tidak berorientasi hasil, tidak terukur, dan target tidak selaras.
Kemudian, untuk kegiatannya, hasil evaluasinya 83,22 persen kegiatan dirancang tidak tepat, tidak berorientasi hasil, tidak terukur, dan target tidak selaras.
"Jika dirata-rata evaluasi tersebut sejumlah 80 persen, maka yang tepat, selaras, dan terukur itu hanya 20 persen dari program dan kegiatan 18 pemda ini. Tentu, hal ini harus menjadi catatan untuk kementerian terkait yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan kita di DPR yang memiliki tugas pengawasan," paparnya.
Sementara itu, BPKP memberikan penilaian cukup baik kepada pemerintah pusat. Sebanyak 201 proyek strategis nasional (PSN) terkawal akuntabilitasnya, 62 aksi strategis korporasi negara terkawal akuntabilitasnya di antaranya restrukturisasi bisnis PT Garuda Indonesia, penjualan 13 aset tetap PT Asuransi Jiwasraya, pemanfaatan aset TMII, dan divestasi saham PT KAI kepada PT MRT Jakarta.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Bidang Ekonomi dan Keuangan ini juga memberikan catatannya untuk paparan BPKP mengenai insentif kepada 248.647 tenaga kesehatan yang menurut BPKP dipastikan ketepatannya.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melakukan sebanyak 11.628 pengawasan dengan 16.560 rekomendasi sepanjang 2021 dan kontribusi terhadap keuangan negara sebesar Rp54,3 triliun.
"Sepanjang tahun 2021, BPKP berhasil melakukan penyelamatan keuangan negara/daerah sebesar Rp6,4 triliun. Efisiensi pengeluaran negara/daerah Rp44,1 triliun dan optimalisasi pendapatan negara/daerah Rp3,8 triliun," kata Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (12/1/2022).
Ateh menyampaikan kontribusi pengawasan yang dilakukan BPKP tahun 2021 tersebut berdasarkan cakupan pengawasan di 84 kementerian/lembaga, 34 pemerintah provinsi, 514 pemerintah kabupaten/kota, 237 BUMN, 30.199 BUMD/Des, dan 2.980 BLU/BLUD.
Menurut dia, fokus pengawasan yang dilakukan BPKP sepanjang 2021 terdiri atas PEN, penanganan COVID-19, dan bantuan sosial.
Ia mencontohkan selama dua tahun terakhir, BPKP konsisten dalam melakukan pengawalan terhadap penanganan pandemi COVID-19 yang di dalamnya termasuk menilai kewajaran harga real time swab PCR maupun antigen.
"Kita juga melakukan pengawasan terhadap distribusi dan pelaksanaan vaksinasi agar dapat tepat waktu, tepat sasaran, dan akuntabel," ujarnya.
Baca juga: BPKP selamatkan keuangan negara Rp6,4 T sepanjang 2021
Baca juga: Anggota DPR: Program jaringan gas bumi alternatif gantikan elpiji
Baca juga: Anggota DPR minta distribusi minyak goreng merata
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022