Sumatera Selatan (ANTARA) - Sebanyak 10 orang anggota DPRD Kabupaten Muara Enim nonaktif menempati sel isolasi di Rutan Kelas 1A Pakjo Palembang, Sumatera Selatan, selama beberapa hari ke depan.

"Sesuai dengan protap pemindahan tahanan selama masa pandemi COVID-19 ini, para terdakwa akan menempati sel isolasi tersebut selama beberapa hari," kata JPU KPK Januar Dwi Nugroho saat di Rutan Kelas 1A Pakjo Palembang, Selasa.

Ia menjelaskan bahwa mereka merupakan terdakwa kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR, serta pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim pada tahun anggaran 2019.

Mereka dipindahkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK dari rumah tahanan di Jakarta ke Rutan Kelas 1A Pakjo Palembang pada hari Selasa untuk mengikuti proses persidangan lanjutan terkait dengan perkara tersebut di Pengadilan Negeri Palembang.

Masing-masing terdakwa bernama Indra Gani, Ishak Joharsah, Ari Yoca Setiadi, Ahmad Reo Kosuma, Marsito, Mardiansah, Muhardi, Fitrianzah, Subahan, dan Piardi.

Karena harus menjalani masa isolasi tersebut, kata Januar, para terdakwa akan mengikuti persidangan lanjutan dengan agenda putusan sela di Pengadilan Negeri Palembang secara daring dari rutan pada hari Rabu (9/2).

Untuk sidang selanjutnya bila hakim membutuhkan para terdakwa, pihaknya bakal berkoordinasi dengan rutan untuk menghadirkan terdakwa dalam sidang secara langsung.

Para terdakwa sementara ini dipastikan dalam kondisi yang sehat, kemudian hasil tes usap antigennya negatif COVID-19 dan tidak ada masalah apa pun, termasuk berkas pemindahan mereka.

Baca juga: 10 anggota DPRD Muara Enim nonaktif dipindah ke Rutan Pakjo Palembang

Baca juga: KPK periksa mantan Bupati Muara Enim Ahmad Yani

Sebelumnya, para terdakwa itu tiba di Rutan Kelas 1A Pakjo Palembang pada hari Selasa pukul 15.45 WIB.

Mereka diantar menggunakan dua bus Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan dengan tangan diborgol dan pengawalan dari JPU KPK dan kejati setempat.

Kedatangan para terdakwa itu disambut oleh puluhan keluarga mereka yang sudah menunggu selama berjam-jam di rutan.

Bahkan, salah seorang terdakwa dengan tangan terborgol, mengenakan rompi tahanan KPK, berkacamata, dan bermasker itu menyempatkan diri memeluk dan mencium istri serta anak laki-lakinya yang menunggu tepat di depan pintu masuk rutan.

Kesepuluh terdakwa tersebut harus berurusan dengan KPK merupakan hasil pengembangan atas kasus yang telah lebih dahulu menjerat para pejabat Pemerintahan Kabupaten Muara Enim.

Mereka adalah mantan Bupati Muara Enim Ahmad Yani, mantan Bupati Muara Enim Juarsah, mantan pejabat di Dinas PUPR Muara Enim, dan mantan Ketua DPRD Muara Enim Aries H.B. yang diketahui sudah divonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang.

Kasus pun bergulir, JPU KPK mendakwa ke-10 terdakwa itu turut serta menerima fee dari proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim pada tahun 2019.

Ada dugaan mereka menerima uang sebesar Rp200 juta—Rp400 juta dari total fee sebesar Rp5,6 miliar.

Penerimaan fee itu diduga supaya tidak ada gangguan dari pihak DPRD terhadap program-program Pemerintah Kabupaten Muara Enim, khususnya terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR tersebut.

Atas perbuatannya tersebut para terdakwa dikenai Pasal 12 huruf a atau subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal selama 20 tahun.

Baca juga: Hakim vonis Bupati nonaktif Juarsah hukuman empat tahun enam bulan

Baca juga: Tim Penyidik KPK geledah Kantor DPRD Muara Enim

Pewarta: Muhammad Riezko Bima Elko
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022