Jakarta (ANTARA News) - Institute for Development of Economics & Finance (Indef) menilai Indonesia telah memenuhi syarat sebagai negara penerimaan investment grade atau negara yang layak menjadi lahan investasi.
"Secara teori Indonesia telah memenuhi persyaratan sebagai negara penerimaan investment grade," kata Executive Director Indef, Prof Dr Ahmad Erani Yustika, setelah acara Kajian Tengah Tahun Indef 2011 di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, sejumlah indikator ekonomi telah mengarahkan Indonesia pada prasyarat positif negara investment grade di antaranya dalam hal penguatan rupiah yang telah berlangsung sejak lama.
Penguatan nilai tukar tersebut berpengaruh besar terhadap perhimpunan cadangan devisa nasional mencapai 119,7 miliar dolar AS atau setara dengan 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Sebelumnya Bank Indonesia (BI) juga telah menjelaskan selama 2011, rupiah menguat 1,53 persen menjadi Rp8.577 per-dolar AS dengan volatilitas tetap terjaga," katanya.
Menurut dia, dua hal yang harus dipahami dari penguatan tersebut adalah potensi pengurangan tekanan inflasi sisi impor dan masalah daya saing eskpor nasional.
Penguatan rupiah, dinilai BI, sejalan dengan mata uang Asia sehingga belum banyak mendorong koreksi ekspor.
Sementara dari sisi inflasi, kata Erani, perkembangan inflasi yang relatif tinggi memaksa BI memertahankan BI rate pada 6,75 basis point.
"Sejak 2010, BI terus bergerak mengendalikan ekses likuiditas perekonomian, terutama yang bersumber dari aliran modal asing," katanya.
Selain dari potensial capital inflow, inflasi juga dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak dunia dan pangan internasional.
Ia berpendapat, kinerja nilai tukar rupiah masih mengalami penguatan sejalan dengan aliran modal asing.
"Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa inflasi utama yang terjadi di Indonesia bersumber dari sisi penawaran," katanya.
Erani memprediksikan inflasi pada Juli 2011 akan berkisar pada angka 0,8-1 persen terindikasi dari sudah naiknya harga-harga jauh sebelum bulan Ramadhan. Kenaikan terbesar terjadi pada harga bahan pangan.
"Sampai akhir tahun kami mempredikasikan inflasi akan berkisar 5,8-6 persen dengan asumsi tidak ada kenaikan harga BBM atau kebijakan lain," katanya.
(H016 )
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011