Jakarta (ANTARA) - Isu ketahanan pangan global menjadi persoalan yang muncul dalam beberapa tahun terakhir, terlebih saat pandemi COVID-19 melanda dunia. Keterbatasan mobilitas dampak dari pandemi membuat distribusi rantai pasok dunia terkendala, termasuk pasokan pangan antar negara.

Tidak hanya dari rantai pasok, tantangan lain muncul dari terbatasnya jumlah produksi atau bahkan produksi pangan yang menurun pada beberapa komoditas sehingga menyebabkan harga pangan dalam skala global turut melonjak.

Fenomena perubahan iklim menjadi ancaman yang paling serius terhadap ketahanan pangan di mana cuaca ekstrem sangat memengaruhi hasil produksi pertanian dan peternakan di berbagai negara dunia.

Harga minyak nabati secara global melonjak akibat menurunnya produksi yang menyebabkan harga minyak goreng di Indonesia terus merangkak naik. Di Australia yang merupakan salah satu negara produsen daging sapi terbesar mengalami penurunan produksi akibat bencana banjir di beberapa negara bagian.

Menurunnya produksi pertanian secara internasional yang sekaligus membuat harga pangan menjadi melonjak mengakibatkan pada akses pangan yang sulit dijangkau khususnya bagi masyarakat miskin. Dampak lebih buruknya berakhir pada angka penderita gizi buruk, khususnya pada balita, yang meningkat dan mengancam generasi selanjutnya.

Tantangan ketahanan pangan global tidak bisa diselesaikan tanpa kolaborasi internasional, melainkan perlu kerja sama dari tiap negara untuk mewujudkan ancaman perubahan iklim yang semakin nyata berdampak pada sektor pertanian.

Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo sebagai pemimpin Presidensi G20 pada Kelompok Kerja Sektor Pertanian (Agriculture Working Group) menegaskan bahwa isu ketahanan pangan akan menjadi pembahasan utama.

Baca juga: Mentan RI ajak negara G20 bangun pertanian berkelanjutan

Mentan Syahrul berharap negara anggota G20 terus bersinergi dalam memastikan ketahanan pangan dan gizi masyarakat dunia agar tetap terjadi keseimbangan serta jaminan keandalan kepastian perdagangan pangan dan pertanian lintas batas negara.

"Kelompok kerja bidang pertanian presidensi G20 harus mengidentifikasi tiga isu utama, yaitu membangun sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan, mempromosikan perdagangan pangan yang terbuka, adil, dapat diprediksi dan transparan, serta yang ketiga mendorong bisnis pertanian yang inovatif melalui pertanian digital untuk memperbaiki kehidupan pertanian di wilayah pedesaan," kata Syahrul.

Para Menteri Pertanian negara G20 yang tergabung dalam Kelompok Kerja Sektor Pertanian perlu menyatukan komitmen guna memastikan keseimbangan jaminan pasokan pangan nasional dari sumber produksi pertanian dalam negeri, serta jaminan kelancaran perdagangan pangan dan pertanian lintas batas negara untuk menjamin kecukupan pangan.

Menteri Pertanian Italia Stefano Patuanelli yang memberikan estafet kepemimpinan Presidensi G20 Kelompok Kerja Pertanian kepada Mentan Syahrul menyampaikan bahwa diperlukan upaya bersama dari negara-negara dunia untuk mencapai ketahanan pangan global.

Dia menekankan bahwa dalam konteks pandemi saat ini, sangat diperlukan upaya bersama dan tanggung jawab dari negara-negara di dunia untuk saling bekerja sama. Dalam dunia yang makin saling terhubung, multilateralisme adalah kunci untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan global.

"Dan G20 dengan menyadari peran pentingnya, selalu berkomitmen untuk mencari solusi bersama yang efektif dan adil sebagai pijakan dalam meraih masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan," katanya.

Pandemi yang tak kunjung usai telah membuat ketidakpastian dan ketimpangan di berbagai macam hal termasuk ekonomi dan telah menurunkan produktivitas. Perbedaan kemampuan tiap negara dalam mengatasi pandemi serta dalam memulihkan ekonomi turut menyebabkan pemulihan ekonomi yang berjalan tidak merata di dunia.

Baca juga: Indonesia dorong G20 wujudkan ketahanan pangan dan gizi

Kolaborasi

Co-Sherpa G20 Indonesia yang juga Deputi Bidang Koordinator Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Edi Prio Pambudi menegaskan bahwa peran kolaborasi global melalui forum G20 harus mendorong penataan kembali pemulihan ekonomi secara merata di dunia.

Kolaborasi G20 diharapkan dapat meningkatkan mata pencaharian petani kecil, mempromosikan pertanian dan agripreneur inovatif melalui pertanian digital.

"Pertanian menentukan kelancaran pasokan pangan dan kualitas gizi yang berdampak pada pembangunan kesehatan dan serta lingkungan, kita tentu mengharapkan kolaborasi yang kuat," kata Edi.

Pembahasan dalam Agriculture Deputies Meeting (ADM) pada Presidensi G20 2022 di Indonesia diharapkan dapat mendorong kolaborasi dalam aspek ketahanan pangan, teknologi dan digitalisasi sektor pertanian, riset dan inovasi pertanian, serta peranan pemuda dalam membangun inovasi pertanian.

Sektor pertanian memerlukan peningkatan produktivitas dengan menarik sebanyak-banyaknya pekerja muda serta mengentaskan kelaparan dan kemiskinan ekstrem. "Selain itu penting menempatkan pertanian sebagai isu prioritas dalam membangun Global Food Security serta mendukung Green Economy Agenda," kata Edi.

Dia menekankan bahwa Presidensi G20 Indonesia juga diharapkan dapat berkontribusi untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional dan global, termasuk memperjuangkan negara-negara kecil dan berkembang. Melalui Presidensi G20, Indonesia mengajak negara anggota G20, negara undangan, dan organisasi internasional untuk merumuskan aksi-aksi nyata bagi pemulihan global.

Baca juga: Mentan: Ketahanan pangan harus terus jadi isu sentral G20

Selain itu kehadiran para delegasi diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua terutama memulihkan sektor-sektor yang selama ini terkena dampak pandemi.

"Kita semua ingin berharap Presidensi G20 tidak hanya menjadi ajang pertemuan yang menghasilkan sekadar gagasan, namun juga menjadi suatu parade aksi yang bisa membangkitkan berbagai macam inovasi dan terobosan," kata dia.

Presidensi G20 bidang pertanian akan diselenggarakan dalam beberapa kelompok diskusi yang dimulai sejak Maret hingga September 2022 dan diakhiri dengan pertemuan para menteri pertanian negara anggota G20.

Kelompok Kerja Pertanian Presidensi G20 telah menyusun issue note dengan mengangkat tema "Balancing Production and Treat to Fulfill Food for All". Tema tersebut diangkat guna memastikan jaminan pasokan pangan nasional dari sumber pertanian produk dalam negeri, dan jaminan kelancaran perdagangan pangan dan pertanian lintas batas negara untuk memenuhi kecukupan pangan bagi semua orang.

Rangkaian pertemuan kelompok kerja G20 bidang pertanian sepanjang Tahun 2022 antara lain pertemuan tingkat Menteri Pertanian pada 13 sampai 15 September 2022 di Bali, pertemuan tingkat pejabat eselon I pada 30 sampai 31 Maret 2022 di Bogor, pertemuan Agriculture Deputies Meeting 27 sampai 29 Juli di Yogyakarta.

Selain itu juga akan diadakan pertemuan Sub-working Group Agriculture Market Information System pada 23 Maret 2022 di Bogor, dan pertemuan Sub-Working Group Meeting of Chief Agriculture Scientist pada 6 sampai 8 Juli 2022 di Bali.

Baca juga: Presidensi G20 2022 momentum nilai tambah pemulihan ekonomi

Baca juga: Menperin: RI ajak kolaborasi negara G20 lakukan terobosan industri

Baca juga: Indonesia fokus promosikan investasi dukung tranformasi ekonomi di G20

Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022