Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa jumlah pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Bali, dan Banten sedikit meski angka kasus penularan virus corona belakangan naik.

Menurut siaran pers dari Kementerian Kesehatan yang diterima di Jakarta, Selasa, penularan virus corona tipe SARS-CoV-2 varian Omicron menyebabkan kenaikan kasus COVID-19 di wilayah DKI Jakarta, Bali, dan Banten namun kenaikan angka kasus di ketiga wilayah itu tidak diikuti dengan peningkatan pasien COVID-19 yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.

Menurut data Kementerian Kesehatan, DKI Jakarta pada 6 Februari 2022 mengonfirmasi 15.825 kasus baru, lebih banyak dari angka kasus baru pada puncak penularan virus corona varian Delta yang mencapai dari 14.619 kasus. Namun demikian, jumlah pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit tercatat 9.364 orang, sekitar separuh dari total 18.824 pasien yang dirawat di rumah sakit pada puncak penularan varian Delta tahun 2021.

Pada kurun yang sama, Banten mencatat 4.885 kasus baru, lebih tinggi dari angka kasus baru pada puncak penularan varian Delta yang tercatat sebanyak 3.994 kasus. Tapi jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit hanya 966 orang, jauh lebih rendah dibanding jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit pada puncak penularan varian Delta yang mencapai 4.268 orang.

Sedangkan Provinsi Bali, pada 6 Februari 2022 melaporkan 2.031 kasus COVID-19 baru, sedikit lebih tinggi dibandingkan angka kasus baru pada puncak penularan varian Delta yang tercatat sebanyak 1.910 kasus. Tapi jumlah pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit tercatat 948 orang, jauh lebih sedikit pasien yang dirawat di rumah sakit pada masa puncak penularan varian Delta yang sebanyak 2.263 orang.

"Masyarakat diharapkan tidak menjadikan kasus konfirmasi sebagai patokan, karena perawatan pasien di rumah sakit menjadi poin penting yang menjadi fokus saat ini," kata Nadia.

Ia mengatakan bahwa jumlah pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit saat ini tergolong sedikit jika dibandingkan dengan kondisi pada masa puncak penularan virus corona varian Delta pada Juli-Agustus 2021.

Kendati demikian, pemerintah memastikan rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain siaga menghadapi kemungkinan terjadi peningkatan jumlah pasien COVID-19 yang membutuhkan perawatan medis.

Nadia mengatakan bahwa pemerintah memprioritaskan pasien COVID-19 dengan gejala sedang, berat, dan kritis serta pasien yang memiliki komorbid mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Menurut dia, pasien COVID-19 yang hanya mengalami gejala ringan atau tidak mengalami gejala sakit tidak perlu menjalani perawatan di rumah sakit.

Pasien COVID-19 yang tidak mengalami gejala sakit atau hanya mengalami gejala ringan, ia melanjutkan, bisa melakukan isolasi mandiri sambil berkonsultasi dengan dokter melalui fasilitas pelayanan konsultasi kesehatan dari jarak jauh yang disediakan oleh pemerintah.

"Bekerja sama dengan penyedia layanan telemedisin, Kemenkes berkomitmen untuk memberikan layanan prima pada pasien isolasi mandiri di rumah dan menyiapkan obat gratis selama masa isolasi," katanya.

Penderita COVID-19 yang tidak memiliki tempat memadai untuk melakukan isolasi mandiri bisa menggunakan fasilitas isolasi terpusat yang disediakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Nadia menekankan pentingnya vaksinasi untuk mencegah kesakitan dan keparahan akibat serangan COVID-19.

"Melengkapi vaksinasi terutama bagi lansia dan yang memiliki komorbid sangat dianjurkan, karena akan mengurangi dampak terberat saat terinfeksi virus COVID-19," katanya.

Dia juga mengimbau warga tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan setelah beraktivitas guna menghindari penularan COVID-19.

Baca juga:
Menkes: Kenaikan kasus akibat Omicron bisa lebih tinggi dari Delta
KSP: "Rem" darurat belum perlu ditarik meski kasus infeksi Omicron naik

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022