Kabul (ANTARA News) - Taliban hari Rabu mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri yang menewaskan wali kota Kandahar, kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan kepada AFP.
Serangan yang menewaskan Ghulam Haidar Hameedi itu merupakan yang terakhir dari serangkaian pembunuhan pejabat tinggi sekutu Presiden Hamid Karzai di wilayah selatan, ketika pasukan asing mulai menarik diri dari konflik Afghanistan yang telah berlangsung hampir 10 tahun.
Penyerang meledakkan dirinya ketika Hameedi berdiri membahas sengketa tanah yang mulai terjadi ketika wali kota itu memerintahkan penghancuran rumah-rumah yang dibangun secara tidak sah.
Sedikitnya dua anak dilaporkan tewas selama penghancuran bangunan itu.
"Dalam serangan bunuh diri yang dilakukan seorang (sukarelawan) di kota Kandahar, Wali Kota Hameedi, yang membunuh dua anak dan seorang wanita dengan menghancurkan sebuah dinding kemarin, tewas," kata juru bicara Taliban Qari Yosuf Ahmadi dalam pesan teks itu.
Pembunuhan Hameedi itu dilakukan dua pekan setelah saudara Karzai yang berpengaruh ditembak mati di kota itu.
Ahmed Wali Karzai (49), saudara tiri Presiden Hamid Karzai, adalah tokoh penting di Kandahar dan wilayah lain Afghanistan selatan, markas historis Taliban yang memberlakukan hukum Islam di banyak wilayah Afghanistan ketika mereka berkuasa hingga digulingkan pada 2001.
Adik Presiden Karzai itu dianggap sebagai mitra tak terhindarkan oleh pasukan Barat dalam menciptakan stabilitas namun ia juga sangat kontroversial, dengan tuduhan selama bertahun-tahun bahwa ia terlibat dalam korupsi dan terkait dengan perdagangan ganja dan CIA.
Polisi mengatakan, pembunuh Ahmed Wali Karzai adalah Sardar Mohammed, yang bertugas memberikan pengamanan untuk keluarga itu dan dibunuh segera setelah serangan tersebut.
Taliban mengklaim merekrut pengawal tersebut.
Serangan-serangan yang menewaskan adik presiden Afghanistan itu dan wali kota Kandahar tersebut merupakan yang terakhir dari rangkaian kekerasan yang dikobarkan Taliban akhir-akhir ini.
Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.
Sebanyak 711 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang tahun lalu, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.
Jumlah kematian sipil juga meningkat, dan Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengumumkan bahwa 2.043 warga sipil tewas pada 2010 akibat serangan Taliban dan operasi militer yang ditujukan pada gerilyawan.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara berada di Afghanistan untuk membantu pemerintah kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011