Jakarta (ANTARA) - Jurnal penelitian Eropa mengungkapkan hanya 13,7 persen pasien kanker paru-paru yang bertahan hidup dalam lima tahun setelah mendapat diagnosis dengan rata-rata harapan hidup delapan bulan, kata seorang peneliti dari Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI).

"Data dari jurnal The Lancet Oncology , salah satu jurnal penelitian dari Eropa tahun 2014 memperlihatkan hanya sekitar 13,7 persen pasien kanker paru-paru yang masih bertahan dalam lima tahun setelah diagnosis ditegakkan," kata Sekjen Perhimpunan Onkologi Indonesia Evlina Suzanna dalam webinar Hari Kanker Paru-Paru Sedunia yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Selasa.

Sementara rata-rata lama hidup pasien setelah diagnosis kanker paru-paru adalah delapan bulan

Ia mengatakan kanker paru-paru merupakan salah satu penyakit dengan angka kejadian tertinggi di Indonesia. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan terdapat 34.783 kasus baru kanker paru-paru di Indonesia dan 30.843 kematian akibat kanker paru-paru selama tahun 2020.

Baca juga: Skrining kanker paru disarankan pada kelompok berisiko tinggi

Baca juga: Pemerintah dorong BPJS Kesehatan biayai skrining kanker paru-paru

Kanker paru-paru juga merupakan kanker yang paling banyak terjadi pada laki-laki, di mana setidaknya 25.943 kasus atau sekitar 14,1 persen dari seluruh kasus kanker baru terjadi pada laki-laki.

"Jumlah kasus kanker paru-paru di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya di Indonesia. Selain itu, usia penderita pun semakin muda," katanya.

Ia mengatakan kanker paru juga merupakan penyakit dengan dampak multidimensi. Berdasarkan penelitian dari Japanese Journal of Clinical Oncology 2014 , pasien dengan kanker paru memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan pasien kanker lainnya dikarenakan tekanan mental yang dirasakan.

Karena biaya pengobatannya yang besar, kata Evlina, kanker paru-paru juga berpotensi mempengaruhi produktivitas keluarga atau pengasuh pasien, yang seringkali berada dalam masa puncak produktivitas mereka.

"Berbagai jurnal penelitian dari Eropa dan Amerika menunjukkan bahwa dampak ekonomi dan sosial kanker paru diperkirakan yang terbesar di antara semua jenis kanker," katanya.

Evlina memastikan kematian akibat kanker paru-paru dapat dicegah, tingkat kesintasan pasien dapat meningkat, dan biaya kesehatan dapat dihemat apabila diagnosis dan tata laksana yang tepat dilakukan lebih awal.

"Di Inggris Raya, 83 persen pasien yang didiagnosis di stadium I masih hidup satu tahun setelah diagnosis, dibandingkan dengan 17 persen yang didiagnosis di stadium IV," ujarnya.

Pasien kanker paru-paru juga perlu mendapatkan pelayanan yang komprehensif, dimulai dari kepedulian terhadap bahaya kanker paru, skrining atau deteksi dini, diagnosis dan pengobatan sedini dan setepat mungkin, kata Evlina menambahkan.

“Selain itu, diperlukan kolaborasi aktif antarberbagai pihak, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat serta payung kebijakan yang terintegrasi untuk mendukung penatalaksanaan kanker paru yang komprehensif," katanya.*

Baca juga: Tingginya angka perokok sebabkan meningkatnya kasus kanker paru

Baca juga: Tingginya angka perokok sebabkan meningkatnya kasus kanker paru

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022