"Krisis Eropa belum berdampak signifikan terhadap perekonomian domestik," ujarnya dalam pemaparan di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan saat ini pemulihan ekonomi dunia masih menghadapi risiko terutama utang yang membebani anggaran di negara-negara maju.
Menurut Bambang, momentum pemulihan Amerika Serikat (AS) mulai melambat didorong oleh mulai terbatasnya kebijakan fiskal, dan lembaga pemeringkat utang mulai memangkas peringkat utang Portugal serta Yunani untuk mendapatkan dibawah level layak investasi.
"Kondisi anggaran pemerintah AS terancam default atau gagal bayar dan krisis utang Yunani, Spanyol dan Portugal diperkirakan merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai pengaruh pada perekonomian dunia," ujarnya.
Apalagi, lanjut Bambang, kondisi tersebut diperparah dengan tingginya inflasi China 6,4 persen yang merupakan level tertinggi dalam tiga tahun terakhir sehingga kemungkinan pertumbuhan negara tersebut terpangkas dibawah 10 persen.
Bambang lebih menyoroti perkembangan yang terjadi di Eropa dan pengaruhnya terhadap Indonesia, namun berdasarkan mekanisme transisi seperti perdagangan, transaksi jasa keuangan, investasi langsung dan pariwisata maka disimpulkan kondisi di Eropa tidak menimbulkan dampak signifikan.
"Level perdagangan dengan Eropa tidak menimbulkan masalah, sedangkan investasi langsung paling banyak dari Jerman dan dari Eropa keseluruhan hanya dibawah dua persen sehingga efeknya minimal, dan kebanyakan turis Eropa berkunjung ke Thailand bukan Indonesia," ujarnya.
Sedangkan, Bambang menjelaskan kondisi perekonomian domestik yang saat ini menunjukkan kinerja memuaskan dimana rupiah terapresiasi 5,25 persen hingga Juli 2011 dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat kenaikan 10,36 persen di kawasan regional.
"Indonesia terkuat setelah Singapura dalam apresiasi mata uang, dan tertahan aliran masuk modal asing tidak mempengaruhi laju apresiasi rupiah dan naiknya IHSG," ujarnya.
Pada periode yang sama, pertumbuhan ekonomi masih menunjukkan angka optimis dan masih terjadi pembelian asing bersih, sehingga berdampak pada penurunan imbal hasil (yield) Surat Utang Negara.
"Neraca perdagangan juga mengalami surplus sebesar 3,5 miliar dolar AS yang bersumber dari surplus komoditi non migas sebesar 3,03 miliar dolar AS dan migas 0,47 miliar dolar AS," ujar Bambang.
Namun, Bambang mengatakan bahwa potensi laju inflasi dapat menjadi masalah hingga akhir tahun terutama karena liburan sekolah, tahun ajaran baru, puasa, lebaran, natal, tahun baru serta siklus panen yang tidak sebesar awal tahun hingga enam bulan mendatang.
"Inflasi Juni 0,55 persen (mom) sampai Juni kumulatif 1,06 persen, namun memasuki Juli hingga akhir tahun resiko inflasi perlu dicermati karena faktor musiman," kata dia.
(ANTARA/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011