Cara kerjanya adalah dengan `menipu` sperma agar tidak mengenali sel telur sehingga tidak terjadi pembuahan.
Jakarta (ANTARA News) - PT Bio Farma bersama dengan tim peneliti dari Universitas Brawijaya mengadakan kerjasama penelitian untuk vaksin kontrasepsi pria yang tidak memiliki efek samping seperti terapi kontrasepsi hormonal tradisional.
"Disainnya sudah ada. Sudah dicobakan ke mencit dan tikus. Ini tidak akan mengganggu libido pria karena tidak mengganggu hormon LH dan `reversible` (dapat kembali ke kondisi semula)," kata anggota tim peneliti Prof Dr Drh Aulanni`am, DES dalam Simposium Nasional Kemandirian Riset Vaksin Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa.
Aulanni`am menyebut pada prinsipnya, kontrasepsi bagi pria itu akan bertujuan untuk menghambat pembuahan dengan memperlambat mortilitas (gerakan) sperma sehingga tidak bisa mencapai sel telur.
Cara itu telah diujicobakan ke hewan percobaan mencit dan tikus dan telah terbukti dapat mengurangi jumlah anak kedua hewan itu namun belum diujicobakan ke manusia.
Kelebihan dari kontrasepsi dalam bentuk suntik itu disebut Aulanni`am tidak mengganggu hormon pria, jangka waktu penyuntikan yang cukup lama dan dapat dengan mudah kembali ke kondisi kesuburan semula setelah suntikan dihentikan.
"Cara kerjanya adalah dengan `menipu` sperma agar tidak mengenali sel telur sehingga tidak terjadi pembuahan," kata Aulanni`am menjelaskan.
Saat ini, beberapa negara juga telah mengembangkan kontrasepsi serupa bagi pria namun yang digunakan masih yang bersifat hormonal sehingga menurunkan libido seksual sehingga terobosan vaksin baru itu diharapkan dapat mengatasi masalah semacam itu.
Penelitian dilakukan Kelompok Studi Kontrasepsi bersamaan dengan kontrasepsi serupa bagi perempuan yang diharapkan dapat rampung dalam waktu dua tahun kedepan.
"Saat ini kami sedang fokus kepada kontrasepsi wanita terlebih dahulu sebelum mengembangkan kontrasepsi bagi pria itu," kata Aulanni`am.
Berbeda dengan KB suntik yang telah ada, vaksin kontrasepsi yang sedang dikembangkan itu berbentuk protein yang akan mengenali molekul zona pelusida atau protein diluar sel telur yang berfungsi mengenali sperma dan membuatnya tidak lagi mengenali sperma.
"Ini protein yang tidak mengganggu hormon dan hampir tidak ada efek sampingnya, tidak seperti pil KB biasa yang banyak efek sampingnya seperti kegendutan dan lain-lain," papar Aulanni`am.
Selain itu, dari percobaan yang dilakukan terhadap kelinci, vaksin kontrasepsi itu berhasil menghalangi kehamilan hingga 210 hari atau sekitar tujuh bulan.
Meskipun belum diketahui dampaknya jika diterapkan ke manusia, Aulanni`am memperkirakan jarak antar penyuntikan tetap akan lebih lama dari program KB yang saat ini ada.
"Diperkirakan bisa lebih dari 30 hari tapi belum tahu berapa lama. Tapi dari percobaan terhadap kelinci, setelah tujuh bulan, anaknya kembali lahir normal," ujarnya.
Kepala Bagian Public Relations Bio Farma N Nurlaela menyebut pihaknya memberikan dukungan terhadap pengembangan riset kontrasepsi tersebut sebagai salah satu upaya turut serta dalam mengatur jumlah penduduk Indonesia yang dinilai mulai tidak terkendali.
"Ini akan bisa menjadi salah satu alternatif KB yang baik karena efek sampingnya yang lebih sedikit," ujarnya.
Namun dalam pemasarannya nanti, Nurlaela mengatakan bantuan pemerintah akan tetap dibutuhkan dalam upaya pengembangan selanjutnya maupun subsidi bagi masyarakat.
"Dalam Dekade Vaksin WHO 2011-2020, negara berkembang harus menyediakan vaksin dengan harga terjangkau, ini akan membutuhkan campur tangan pemerintah nantinya," ujarnya.(A043)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011