Jakarta (ANTARA News) - Meneg Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengatakan, pemerintah sedang mengupayakan haircut (pemotongan bunga) utang luar negeri untuk dua sampai tiga tahun dan berencana mengalihkan dana tersebut untuk menggerakkan sektor riil. "Kalau bunga utang luar negeri yang jumlahnya sekitar Rp30 triliun sampai Rp35 triliun per tahun bisa dipotong dan dimasukkan menjadi bagian belanja modal negara, maka kita bisa menggerakkan sektor riil lebih tinggi dari sekarang yang hanya 9,7 persen (dari total APBN)," kata Paskah dalam pertemuan dengan Kadin Indonesia, di Jakarta, Jumat. Menurut dia, jika Indonesia bisa meminta pemotongan bunga utang hingga tiga tahun, maka pemerintah akan memiliki dana investasi sekitar Rp100 triliun. "Saat ini pemerintah hanya bisa berinvestasi sekitar sembilan persen, sedangkan investasi swasta 90 persen. Dengan haircut nantinya pemerintah diharapkan bisa meningkatkan investasi menjadi 25 persen dan swasta 75 persen saja," katanya. Saat ini, upaya meminta pemotongan bunga utang baru pada tahap lobi pada negara kreditor. Ia menjamin permintaan pemotongan bunga utang tidak akan menurunkan peringkat Indonesia dalam daftar debitur dunia. Permintaan pemotongan bunga utang, kata dia, dilakukan secara bilateral dengan negara pemberi kredit, karena jika dibicarakan secara multilateral kemungkinan tidak akan disepakati dan Indonesia telah terikat komitmen awal. Lebih lanjut Paskah mengatakan selain meminta penjadwalan ulang, pemerintah juga akan tetap berupaya untuk meminta pemotongan bunga utang. Secara kumulatif, total utang beserta bunga yang harus dibayar negara setiap tahun adalah 26,5 persen dari total APBN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pemerintah menargetkan penurunan jumlah utang pada 2009 menjadi 31,8 persen GDP. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,2 persen pada 2006, kata dia, pemerintah akan menurunkan jumlah utang melalui investasi asing langsung (FDI) dan menggalakkan "debt swap". "Beberapa negara yang sudah menyambut debt swap antara lain Inggris, Itali, dan Jerman, meski jumlahnya sangat kecil," katanya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006