London (ANTARA News) - Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Dubai menyesalkan beredarnya pemberitaan sepihak bernuansa negatif terhadap Perwakilan Pemerintah RI di Persatuan Emirat Arab (PEA) yang membebaskan Rosita Binti Muhtadin Jalil, TKW asal Desa Warga Setra, Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Sekretaris I/Konsul Fungsi Pensosbud KJRI Dubai, Adiguna Wijaya kepada ANTARA London, Selasa, mengatakan Konjen RI Dubai menyayangkan sikap Rosita yang tidak menceritakan fakta yang sebenarnya dan meniadakan peran pemerintah RI (KJRI Dubai) dalam menangani kasusnya kepada media massa Indonesia, menyangkut pengalaman terlibat dalam kasus pembunuhan dan perzinahan di Emirat Fujairah, PEA.

Fujairah merupakan salah satu Emirat (negara bagian) di PEA yang berjarak 200 kilometer dari Dubai. KJRI Dubai senantiasa berupaya melaksanakan Sistem Pelayanan Warga (Citizen Service) yang berpedoman kepada pelayanan dan perlindungan WNI, termasuk kasus Rosita.

Menurut Adiguna Wijaya, setelah mengetahui adanya kasus Rosita, KJRI Dubai segera menyewa jasa pengacara dan penerjemah unruk membela dan mendampingi Rosita selama jalannya proses persidangan.

KJRI Dubai melakukan pendekatan dengan Kepala Penjara Fujairah dan Asisten Jaksa Penuntut Umum Kantor Kejaksaan Fujairah, dan mendapatkan informasi seputar kasus Rosita serta diberikan akses bertemu lebih dari satu kali dan berkomunikasi secara berkala dengan Rosita, bahkan pihak KJRI Dubai sempat merekam pembicaraan pada pertemuan awal dengan Rosita.

Konsul Jenderal RI didampingi Minister Counsellor Konsuler dan Staf pada tanggal 15 Februari 2011 mengunjungi penjara Fujairah dan berkesempatan berdialog langsung dengan Rosita.

Melalui jasa pengacara dan penerjemah yang disewa, KJRI Dubai berhasil membantu menyelamatkan Rosita dari ancaman hukuman mati (kisas) dengan dikabulkannya permohonan KJRI Dubai oleh Pengadilan Fujairah untuk memisahkan dakwaan Rosita dalam kasus perzinahan saja.

Ia pun bebas dari dakwaan pembunuhan dan hanya menjadi terdakwa kasus perzinahan. Sementara itu, proses persidangan kasus pembunuhannya itu sendiri masih berlangsung di Pengadilan Fujairah hingga saat ini.

Dengan demikian, Rosita pun terbebas dari ancaman hukuman mati dan hanya dijatuhi hukuman penjara enam bulan karena terbukti melakukan perbuatan perzinahan, serta harus dideportasi ke negara asal segera setelah masa hukumannya berakhir.

Pemerintah PEA tidak melaksanakan hukuman pancung, sebagaimana yang dilakukan di Arab Saudi, terhadap terdakwa yang terbukti bersalah melakukan suatu pembunuhan di wilayah PEA.

Selama ini, KJRI Dubai senantiasa pula melaporkan setiap perkembangan kasus Rosita ke berbagai kementerian dan lembaga terkait di Indonesia.

Kasus yang menimpa Rosita berkaitan dengan kasus pembunuhan (alm) Lilis Suryani Binti Atang yang terjadi pada tanggal 15 Oktober 2009.

Menyangkut korban meninggal (alm) Lilis, KJRI Dubai telah menangani dari awal hingga pemakaman jenazah almarhumah di Pemakaman Umum "Syariah Al Qal`a", Fujairah pada tanggal 10 Agustus tahun lalu, sesuai dengan keinginan ahli waris.

Akan tetapi, selama pengurusan jenazah (alm) Lilis hingga dimakamkan, KJRI Dubai tidak memperoleh informasi mengenai keberadaan Rosita yang ditahan sejak 15 Oktober 2009 dan menjadi terdakwa dalam dugaan keterlibatan pembunuhan (alm) Lilis.

KJRI Dubai baru mengetahui adanya kasus yang menimpa Rosita pada bulan November tahun lalu, atau sekitar satu tahun lebih satu bulan sejak yang bersangkutan ditahan pihak berwajib di Fujairah.

Setelah mendengar adanya informasi tersebut, KJRI Dubai langsung melakukan consular visit kepada Rosita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Fujairah.

Dalam perbincangan dengan Rosita diperoleh informasi yang bersangkutan bersama tiga orang tertuduh lainya telah tiga kali menjalani persidangan atas tindak pidana yang menyebabkan kematian (alm.) Lilis dan pada kesempatan tersebut Rosita menyampaikan sanggahannya atas tuduhan jaksa kepadanya.

Kepada pihak penjara Fujairah, KJRI Dubai menyampaikan kekecewaan karena tidak adanya pemberitahuan resmi kepada KJRI Dubai dari instansi yang berwenang mengenai kasus Rosita, serta tidak adanya pembela maupun penerjemah mendampingi Rosita, padahal kasusnya berlangsung selama tiga kali persidangan dalam kurun waktu hingga setahun.

Menanggapi hal ini, pihak penjara Fujairah menyampaikan di Fujairah tidak ada advokat yang gratis/probono dan sekiranya terdakwa Rosita merasa perlu didampingi pembela dan penerjemah, menurut hukum PEA yang bersangkutan harus menyatakan keinginanya tersebut di hadapan hakim/persidangan.

KJRI Dubai mencari informasi kepada kantor Kejaksaan Fujairah dan diketahui Rosita didakwa sebagai "turut serta dalam melakukan pembunuhan dan melakukan perzinahan dengan salah satu pelaku."

Menurut pihak Kejaksaan, selama menjalani masa pemeriksaan di Kejaksaan dan pengadilan, Rosita sering membuat pengakuan yang berubah-ubah.

Selama proses pemeriksaan Rosita juga tidak pernah menyatakan keinginannya untuk minta didampingi advokat maupun penerjemah.

Dalam rangka membantu Rosita mendapatkan hak hukumnya dan tidak diperlakukan secara diskriminatif, KJRI Dubai menyewa pengacara dari kantor pengacara "Al Bayina" di Fujairah.

Menindaklanjuti perkembangan yang ada, Konsul Jenderal mengunjungi Rosita di penjara Fujairah pada tanggal 15 Februari dan melakukan dialog dengan Rosita dan dalam kesempatan terpisah, Konjen RI menemui pengacara Abdul Kareem M. Hasanin di kantor Hukum "Al Bayina" guna membahas rencana pembelaan dalam kasus Rosita.

Sejak persidangan tanggal 21 Desember 2010, Rosita telah memiliki pengacara dan penerjemah, yang disewa KJRI Dubai, yang tergabung dalam Tim Pembela Rosita.

Surat Kabar Khaleej Times, Harian setempat yang berbahasa Inggris sempat memuat berita tentang jalannya persidangan kasus Rosita pada tanggal 22 Desember tahun lalu.

Dalam persidangan 11 Januari, Tim Pembela Rosita menyampaikan beberapa pokok pembelaan, yaitu tidak cukup bukti terdakwa Rosita melakukan perzinahan, karena itu memohon keadilan Mahkamah membebaskan Rosita dari segala tuduhan yang dituduhkan kepadanya.

Selain itu, memohon belas kasihan agar segera mendeportasi Rosita ke Indonesia, mengingat yang bersangkutan telah cukup lama berada dalam penjara Fujairah.

Pada sidang tanggal 26 April, Tim Pembela Rosita melakukan pembelaan dan memohon agar Rosita dibebaskan secara terpisah dari dakwaan pembunuhan karena dikhawatirkan proses persidangan kasus utama pembunuhan tersebut akan memakan waktu yang lama.

Menanggapi pembelaan Tim Pembela Rosita tersebut, Majelis Hakim menjatuhkan vonis terhadap Rosita berupa "memenjarakan terdakwa Rosita selama enam bulan dan dideportasi ke negara asalnya setelah menjalani masa hukumannya."

Vonis tersebut dijatuhkan karena Rosita dinyatakan Majelis Hakim terbukti keterlibatannya dalam perbuatan perzinahan, akan tetapi tidak terbukti keterlibatannya dalam persengkongkolan membunuh (alm) Lilis.

Pada tanggal 14 Juni lalu KJRI Dubai memperoleh informasi dari pihak Penjara Fujairah bahwa Rosita telah dibebaskan dari tahanan dan dideportasi ke Indonesia pada tanggal 11 Juni. (ZG/E011/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011